TANGSELXPRESS – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Papua, Everistus Kayep menilai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia merupakan sebuah bentuk diskriminasi. Pasalnya, keputusan itu menyatakan bahwa PRIMA tidak memenuhi syarat (TMS, red).
Dengan adanya keputusan itu, pun Everistus Kayep melontarkan tudingan bahwa KPU diduga melakukan diskriminasi. Hal itu menyusul adanya perbaikan dalam tahapan verifikasi administrasi pasca Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Seperti informasi yang berhasil dihimpun melalui keterangan tertulisnya, Everistus Kayep menjelaskan bahwa PRIMA dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU RI dalam tahapan verifikasi administrasi perbaikan pasca keputusan Bawaslu RI.
Dalam putusannya itu, PRIMA dianggap masih belum memenuhi syarat dokumen keanggotaan di 6 kabupaten di Provinsi Papua. Bahkan, Everistus Kayep tidak dapat menerima keputusan sepihak oleh KPU tersebut, Selasa 29 November 2022.
Penyebabnya, kata Everistus Kayep, berdasarkan koordinasi sebelumnya antara petugas penghubung dengan KPU setempat menyatakan bahwa PRIMA dinyatakan memenuhi syarat di beberapa kabupaten yang dianggap TMS.
“Kabupaten Merauke berdasarkan informasi dari KPU setempat ditemukan satu anggota PRIMA bermasalah dengan status ganda eksternal dan permasalahan itu berhasil diatasi dengan memberikan surat klarifikasi,” terang Everistus Kayep melalui keterangan tertulisnya yang diterima wartawan.
“Hanya saja, dalam proses rekapitulasi dari KPU kabupaten sampai ke KPU pusat yang awalnya PRIMA Memenuhi Syarat (MS) berubah menjadi TMS dengan kekurangan 10 anggota,” katanya.
Peristiwa itu, sambung Everistus Kayep, terjadi pada tanggal 20 dan 22 November 2022, saat itu DPK PRIMA Merauke kembali menghubungi pihak KPU Merauke. Informasinya, mereka tetap pada informasi awal bahwa PRIMA memenuhi syarat sesuai rekapan dari tingkat Kabupaten.
Dengan begitu, Everistus mengatakan bahwa PRIMA merupakan satu-satunya partai nasional yang terasa seperti partai lokal di Papua. Struktur kepengurusan PRIMA dari tingkatan provinsi sampai kecamatan atau distrik diisi oleh Orang Asli Papua (OAP), apalagi masyarakat Papua sangat antusias dengan kehadiran PRIMA.
“Selama ini partai-partai lain di Papua dikuasai oleh bukan Orang Asli Papua,” tegasnya.
Menurut Everistus, negara seharusnya mengapresiasi kerja-kerja politik yang dilakukan PRIMA dalam membantu mencari jalan keluar penyelesaian konflik Papua melalui konsep Dewan Rakyat Papua (DRP).
Konsep DRP yang digagas PRIMA telah memberi jalan penyelesaian konflik Papua dengan mengakomodir partisipasi politik OAP melalui Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK).
Meski baru lahir, PRIMA mampu membangun konsolidasi di daerah konflik militer di Papua sehingga meningkatkan partisipasi politik rakyat dalam menyongsong Pemilu 2024.
“Tetapi faktanya kerja keras PRIMA mencari jalan keluar penyelesaian konflik Papua tidak mendapat apresiasi dari negara,” pungkasnya.







