TANGSELXPRESS – Kasus sindikat pemalsuan surat izin penangkapan ikan (SIPI) di Bitung dan Pati berhasil diungkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam peristiwa itu 6 orang berinisial HGT, HS, SL, MAW, RA dan T telah ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menjelaskan terkait kronologi tersebut, Minggu 6 November 2022.
Menurut penjelasan Adin, kasus yang terjadi di Bitung berawal dari permintaan pengurusan izin berusaha subsektor penangkapan ikan oleh para pemilik kapal kepada tersangka HGT dan HS sebagai calo untuk diuruskan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) KKP Bitung.
Tersangka SL kemudian memalsukan dokumen perizinan berusaha tersebut dengan cara men-scan dan melakukan dokumen tersebut. Total ada 23 dokumen yang dipalsukan dengan nilai transaksi atas tindakan pemalsuan dokumen perizinan usaha sebesar Rp103 juta.
Sedangkan pada kasus yang terjadi di Pati, tersangka MAW sebagai pemilik modal, menyewa kapal KM. CL dan selanjutnya membeli dokumen perizinan berusaha dari tersangka T (DPO) yang selanjutnya diketahui merupakan dokumen palsu.
MAW pun mengubah papan nama kapal sesuai dengan yang tertera pada dokumen palsu yang dibuat T, yaitu KM. MARGA RENA-1. Dalam menggunakan dokumen palsu tersebut, tersangka RA sebagai nahkoda mengoperasikan KM. MARGA RENA-1 sejak 11 Juni 2022 sampai dengan 12 Agustus 2022 di Laut Jawa.
Kapal tersebut melakukan penangkapan ikan sebanyak delapan kali dalam sehari dengan hasil tangkapan kurang lebih 4 sampai 5 keranjang. Saat ini penyidik ​​beserta aparat kepolisian terkait, tengah mencari satu orang tersangka berinisial T sebagai pelaku penyedia atau pembuat dokumen palsu.
“Tindakan pemalsuan dokumen perikanan ini telah merugikan negara karena ikan hasil tangkapan tidak tercatat sebagai PNBP. Selain itu, ini tentu mengacaukan data potensi sumber daya perikanan kita,” ujar Adin.
Kasus pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu ini diduga melanggar UU Perikanan Pasal 94A jo. Pasal 28A sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sektor kelautan dan perikanan, di mana pemalsuan dokumen dan penggunaan dokumen palsu merupakan salah satu jenis tindak pidana perikanan, sehingga penyidikan dapat dilakukan oleh PPNS Perikanan.
Ancaman hukuman yang digunakan terhadap setiap orang yang memalsukan dokumen Perizinan Berusaha, menggunakan Perizinan Berusaha palsu, menggunakan Perizinan Berusaha milik kapal lain, dan atau menggandakan Perzinan Berusaha untuk oleh kapal lain dan atau kapal milik sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Dalam membongkar kasus ini, KKP bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya, antara lain Kejaksaan Negeri Bitung, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Utara, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara serta Pengadilan Negeri Bitung.
Selain itu, KKP juga bekerjasama dengan Kejaksaan Negeri Pati, Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Polres Pati dan Polsek Juwana, sehingga tindak pidana pemalsuan tersebut dapat terungkap.
Perkembangan proses Hukum kasus di Bitung telah sampai pada proses sidang ke-3 dengan agenda pembuktian ahli pada Pegadaian Negeri Bitung.
Sedangkan untuk kasus di Pati pada hari yang sama telah dilaksanakan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap II) dari penyidik ​​Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pati.
Sumber: Infopublik.