TANGSELXPRESS – Ikan mujair atau disebut dengan bahasa latin dengan sebutan Oreochromis mossambicus, diketahui mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam. Dengan begitu, ikan mujair dapat hidup di air payau.
Dalam hasil penelitian dari ahli, jenis ikan ini disebut-sebut memiliki kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi setelah dewasa kecepatannya ini justru dikabarkan akan menurun, Sabtu 22 Oktober 2022.
Seperti informasi yang berhasil dikutip dari berbagai sumber, ikan mujair disebutkan mulai berbiak pada umur sekitar 3 bulan, dan setelah itu dapat berbiak setiap 1 bulan sekali. Dalam berkembang biak, puluhan butir telur yang telah dibuahi akan dierami dalam mulut induk betina.
Dalam proses dari telur menjadi bayi mujair memerlukan waktu sekitar seminggu hingga menetas. Beberapa hari setelahnya pun mulut ini tetap menjadi tempat perlindungan anak-anak ikan yang masih kecil.
Dengan demikian dalam waktu beberapa bulan saja, populasi ikan ini dapat meningkat sangat pesat. Mujair mudah beradaptasi dengan aneka lingkungan perairan dan kondisi ketersediaan makanan.
Penasaran siapa penemu ikan mujair, dan ditemukan pertama dimana, oleh siapa? Simak berikut sejarah penemuan ikan mujair yang berhasil ditangkum TANGSELXPRESS.
Untuk mengawali cerita tersebut, perlu diketahui bahwa awalnya ikan mujair ditemukan oleh warga Indonesia bernama Mudjair. Penemuan itu diawali pada 27 Agustus 1936, saat itu pemerintahan Belanda menguasai Indonesia.
Pada saat itu pemerintah Belanda mengapresiasi usaha Mudjair dengan memberinya santunan sebesar Rp 6, per bulan atas temuannya itu.
Sementara, saat Indonesia diduduki oleh Jepang, ikan mujair kian populer. Dalam catatan Tilapia Biology, Culture, and Nutritionsuntingan Carl D. Webster dan Chhorn Lim, kepopuleran ikan mujair lantaran pasukan Jepang membawanya ke seluruh daerah untuk dibudidayakan dalam tambak-tambak.
Berdasarkan sumber dari Majalah Indo Historia, pada jaman itu Mudjair diangkat sebagai pegawai negeri tanpa harus mendapatkan beban kerja.
Enam tahun setelah Indonesia merdeka, Mudjair menerima surat tanda jasa dari Kementerian Pertanian atas jasanya sebagai penemu dan perintis perkembangan ikan mujair di Indonesia.
Berdasarkan sumber lain, Mudjair disebutkan merupakan salah seorang pegawai desa dari Desa Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
Cerita penemuan ikan mujair itu bermula ketika Mudjair pergi ke Teluk Serang yang terletak di laut selatan. Di sana Mudjair menemukan berbagai jenis ikan yang belum diketahui sebelumnya.
Lantas dia membawa pulang lima jenis ikan dan memeliharanya di kolam pekarangan rumah. Ternyata, satu jenis ikan berkembang cepat, bahkan bisa bertelur dengan cara menyimpannya di dalam mulut hingga masa menetas jadi anak ikan.
Seiring waktu, ikan ini mendapat perhatian warga desa. Kabar itu sampai ke telinga Schuster, kepala penyuluhan perikanan di Jawa Timur.
Setelah mendengar kabar itu, Schuster berkunjung ke Desa Papungan untuk melihat ikan temuan Mudjair. Ternyata ikan tersebut diidentifikasi sebagai Tilapia mossambica, yang berasal dari Afrika.
Dengan cepat ikan temuan Mudjair dibudidayakan karena cepat bertelur, pertumbuhannya cepat, dan mudah beradaptasi dengan segala lingkungan air mulai kolam hingga rawa-rawa.







