DEPOK – Universitas Indonesia (UI) kembali menunjukkan konsistensinya dalam memperkuat aliansi global dengan meneken kesepakatan strategis di Tiongkok. Hanya berselang dua hari setelah menjalin kerja sama elite dengan Tsinghua University, Rektor UI, Prof. Heri Hermansyah, meresmikan penandatanganan Nota Kesepakatan (MoU) dengan Huayou Group, salah satu raksasa industri nikel dan kobalt terbesar di dunia, pada Kamis (6/11).
Aliansi tiga pihak ini, yang disebut Rektor UI sebagai “Segitiga Emas”, berfokus pada pembangunan ekosistem riset metalurgi terapan kelas dunia di Indonesia, sekaligus mendorong percepatan hilirisasi nasional.
“Ini bersejarah. Pertama kalinya perguruan tinggi di Indonesia menjadi tuan rumah pembangunan fasilitas riset industri strategis berskala besar, secara fisik di dalam kampus,” ungkap Prof. Heri Hermansyah melalui keterangan tertulisnya, Jumat (7/11).
MoU antara UI dan Huayou Group mencakup pembangunan laboratorium industri canggih berupa teaching factory dan laboratorium smelter terapan di lingkungan kampus UI. Seluruh biaya konstruksi fasilitas ini akan ditanggung dan dikerjakan oleh Huayou Group.
“Bentuknya teaching factory dan laboratorium smelter canggih yang seluruhnya akan dikonstruksi oleh Huayou Group,” tambah Alumnus Tohoku University itu.
Fasilitas tersebut dinilai akan menjadi lompatan signifikan dalam kapasitas riset UI, memungkinkan peneliti memiliki akses langsung ke teknologi industri mutakhir. Kehadiran laboratorium smelter ini diharapkan dapat mendorong inovasi di seluruh rantai metalurgi, mulai dari pemurnian, rekayasa material, hingga teknologi daur ulang.
“UI menjadi pusat R&D terapan kelas dunia, tempat teknologi material maju dikembangkan untuk mendukung industri baterai nasional,” tegas Rektor UI.
Kesepakatan dengan Huayou menjadi mungkin setelah UI mengikat kemitraan strategis dengan Tsinghua University, kampus peringkat 17 dunia versi QS. Kombinasi ketiganya membentuk model kolaborasi baru yang disebut “Segitiga Emas”.
“Segitiga Emas UI–Tsinghua–Huayou adalah ekosistem yang menyatukan pendidikan tingkat dunia, riset terapan, dan industri berskala global. Ini adalah cetak biru pengembangan SDM unggul Indonesia,” jelas Prof. Heri.
Melalui skema ini: Tenaga ahli Huayou akan dididik di Tsinghua. Mereka akan melakukan riset bersama di laboratorium canggih UI. Hasil pengetahuan tersebut akan diaplikasikan di fasilitas industri Huayou di Indonesia.
Model ini diharapkan menjadi contoh konkret peran sentral perguruan tinggi dalam industrialisasi dan hilirisasi nasional.
Huayou Group sendiri merupakan pemain kunci dengan investasi sebesar 11 miliar USD di Indonesia dalam lima tahun terakhir, yang telah membangun smelter nikel, kobalt, dan fasilitas daur ulang baterai. Ke depan, Huayou berkomitmen menambah lebih dari 20 miliar USD investasi baru di sektor pemurnian dan teknologi energi.
“UI tidak boleh hanya menjadi penonton hilirisasi. Kita harus berada di ruang produksi pengetahuan dan teknologi. Kerja sama ini memastikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi produsen inovasi metalurgi dan baterai,” pungkasnya.
Selain pembangunan fasilitas riset, MoU ini juga mencakup tujuh program strategis, termasuk beasiswa, prioritas rekrutmen lulusan UI, riset bersama, program keberlanjutan (ESG), dan kolaborasi tripartit. (*)







