TANGERANG SELATAN – Data dari Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) menunjukkan bahwa 41,7 persen masyarakat Indonesia mengalami osteopenia, yaitu kondisi ketika kepadatan tulang menurun dari batas normal. Osteopenia merupakan tahap awal dari pengeroposan tulang (osteoporosis) yang terjadi saat tubuh kehilangan mineral tulang lebih cepat dibanding pembentukan tulang baru.
Akibatnya, tulang menjadi lebih rapuh dan mudah patah. Jika tidak dikelola dengan baik, osteopenia dapat berkembang menjadi osteoporosis yang jauh lebih serius.
“Puncak massa tulang seseorang tercapai pada usia 20–30 tahun. Periode ini menjadi critical window untuk mencegah osteoporosis. Jika dilewatkan, risiko patah tulang di usia lanjut akan jauh lebih besar,” ujar dokter spesialis ortopedi dr. Aldico Sapardan, dikutip Sabtu, 25 Oktober 2025.
Faktor risiko osteopenia sangat beragam, mulai dari proses penuaan, perubahan hormonal seperti menopause dini, riwayat keluarga, gaya hidup tidak sehat, penggunaan obat-obatan tertentu, hingga gangguan makan.
Jika tidak ditangani, osteopenia yang berkembang menjadi osteoporosis dapat berdampak luas—tidak hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga aspek sosial dan ekonomi penderita.
Statistik menunjukkan, 40 persen penyintas patah tulang tidak lagi mampu berjalan sendiri, dan 60 persen masih membutuhkan bantuan satu tahun setelah mengalami patah tulang panggul.
Karena itu, pencegahan harus dilakukan sedini mungkin melalui pola hidup sehat. Beberapa langkah yang disarankan antara lain:
-
Rutin beraktivitas fisik dan berolahraga teratur
-
Menjalani pola makan seimbang kaya kalsium dan vitamin D
-
Menghindari rokok, alkohol, serta konsumsi kafein berlebihan
-
Mengonsumsi susu dan kacang-kacangan
-
Mendapatkan cukup paparan sinar matahari, terutama sebelum pukul 9 pagi
-
Jika diperlukan, menambah asupan dengan suplemen
“Pencegahan harus dimulai sejak dini agar tulang tetap kuat hingga usia lanjut,” tegas dr. Aldico.







