JAKARTA– Setelah menang dalam sidang di Majelis Kehormatan Advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI) 2008 tentang Pelanggaran Kode Etik Advokat, Rudi Rusmadi kembali menghadapi langkah hukum dari pihak advokat Muhammad Anzar Latifansyah.
Advokat Muhammad Anzar Latifansyah, yang sebelumnya dijatuhi sanksi Peringatan Keras atas pelanggaran kode etik, kini mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Hal ini tentu memicu protes keras dari Rudi.
Putusan Majelis Kehormatan bernomor 03/MK/DPP KAI-2008/IX/2025 tertanggal 23 September 2025 bersifat final dan berkekuatan hukum tetap dengan putusan menjatuhkan putusan telah terjadi pelanggaran kode etik berat sehingga dijatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada Muhammad Anzar atas pelanggaran kode etik advokat.
Rudi menjelaskan, pengajuan PK oleh Teradu tidak memiliki dasar hukum yang sah. “Pasal yang digunakan-Pasal 11 ayat (3) huruf b dan c Anggaran Rumah Tangga KAI 2008-tidak berkaitan dengan pelanggaran kode etik, melainkan soal keanggotaan organisasi,” ujar Rudi.
“Sudah sepatutnya Ketua Umum KAI menghargai putusan Majelis Kehormatan. Saya menghargai keputusan tersebut, tapi bukan berarti saya diam melihat berbagai rekayasa dan pemufakatan jahat yang dilakukan oleh Teradu,” sambungnya.
Sebagai bentuk keberatan resmi, pada 23 Oktober 2025, Rudi mengirim dua surat. Pertama ditujukan kepada Ketua Umum KAI 2008, Siti Jamaliah, S.H., dan satu lagi kepada Ketua Dewan Pengawas KAI 2008, Prof. Dr. Sufmi Dasco Ahmad, S.H., M.H.
Dalam suratnya, dia mempertanyakan dasar hukum PK dan menuding adanya penyalahgunaan wewenang di tingkat DPP dalam penerbitan Surat Keputusan Majelis PK Ad Hoc.
Lebih lanjut Rudi merinci dugaan tindakan kriminal yang dilakukan Anzar. Ia menuduh Teradu terlibat pemufakatan jahat dengan merekayasa invoice fiktif dalam proses PKPU terhadap perusahaannya. Kasus itu kini ditangani Polres Jakarta Pusat dengan SP Sidik Nomor S.P.Sidik/622/VIII/RES.1.8/2025/Restro Jakpus, tertanggal 29 Agustus 2025.
Rudi juga menuding Anzar merekayasa surat dari Kejaksaan Tinggi Banten, laporan yang sudah diajukan ke Jampidum, Komisi Kejaksaan, dan Kejati Banten. Selain itu, Rudi mempertanyakan keabsahan ijazah S1 Anzar, yang disebut tidak terdaftar di Dirjen Dikti, serta dugaan pemberian dana kepada Sekretaris Mahkamah Agung Hasan Hasbi, tersangka kasus korupsi yang sedang ditangani KPK.
Tidak hanya itu, Rudi menuding Anzar bersama sejumlah advokat dari organisasi lain melakukan pemufakatan jahat melalui gugatan perdata dan PMH yang merugikan perusahaannya. “Tindakan seperti ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi merusak nama baik profesi advokat. Seorang advokat seharusnya menjunjung nilai officium nobile, bukan menodainya dengan rekayasa,” tegasnya.
Dalam surat keberatan, Rudi meminta Dewan Pengawas KAI meninjau ulang dasar hukum PK dan menelusuri dugaan penyalahgunaan wewenang penerbitan SK Majelis PK Ad Hoc. Dia berharap organisasi advokat itu dapat memulihkan integritas lembaga.
“Sudah saatnya marwah Kongres Advokat Indonesia dikembalikan ke tempat yang terhormat,” tukas Rudi.







