TANGERANG SELATAN – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus mendalami temuan ada puluhan ribu pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan profesi lain yang menerima bantuan sosial (bansos). Padahal mereka tergolong mampu secara ekonomi.
PPATK sebelumnya mengidentifikasi 27.932 pegawai BUMN, 7.479 dokter, dan lebih dari 6.000 eksekutif atau manajer yang terindikasi menerima bansos. Temuan ini kini menjadi fokus verifikasi bersama Kemensos untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK Fithriadi mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk membahas soal penyaluran bansos termasuk kepada pegawai BUMN.
Teranyar, PPATK telah mengadakan pertemuan terbatas (ratas) dengan Kemensos di Kantor Kemensos, Kamis (7/8/2025).
Dia menerangkan PPATK bekerja berdasarkan laporan dari pihak pelapor. Dalam hal laporan bansos diterima pegawai BUMN, PPATK telah melakukan pendalaman terkait profil nasabah terkait.
“Khusus untuk bansos, kami melihat profil penerima dan mendapati ada segelintir yang berstatus pegawai BUMN, dokter, maupun profesi lain,” jelas Fithriadi dikutip dari laman Beritasatu, Senin (11/8/2025).
Temuan ini menjadi perhatian PPATK karena sekitar 60 orang penerima bansos yang teridentifikasi pegawai BUMN tersebut memiliki saldo di atas Rp 60 juta. Penelusuran ini masih berlanjut karena sekitar 27.000 penerima bansos tersebut baru ditemukan dari satu bank saja.
Adapun sejauh ini, Fitriadi menegaskan proses pendalaman masih berlangsung sejalan dengan temuan penerima bansos dari pegawai BUMN tersebut baru segelintir saja. PPATK masih mencocokkan data penerima bansos dengan profil pekerjaan mereka.
“Kita perlu dalami apakah layak atau tidak mereka menerima bansos,” ujarnya.
Selain temuan tersebut, PPATK juga mengungkap adanya rekening penerima bansos yang berstatus dormant atau tidak aktif. Tercatat sudah lebih dari 3 tahun rekening tersebut tidak ada aktivitas transaksi.