JAKARTA – Pernyataan Menkes, Budi Gunadi Sadikin mengenai izin dan regulasi yang memperbolehkan dokter umum melakukan tindakan operasi Caesar, sontak menjadi sorotan dan membuat beberapa pihak bereaksi. Tak terkecuali, pihak POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia) yang juga angkat suara.
Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dr. Yudi Mulyana Hidayat Sp.OG angkat suara terkait rencana dokter umum dilatih untuk menangani operasi caesar pada ibu melahirkan. Menurutnya, POGI sampai saat ini belum memberikan persetujuan tentang rencana dari Menkes tersebut.
“Saya selaku ketua umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) untuk saat ini, belum memberikan persetujuan untuk menurunkan kompetensi caesar ada dokter umum,” ujar dr Yudi Mulyana Hidayat Sp.OG dikutip dari laman Halo Doc.
Menurut Yudi, operasi caesar merupakan tindakan medis yang sangat komplek dan berisiko. Oleh karena itu, tidakan caesar harus sesuai dengan tenaga medis yang memiliki kompetensi di bidangnya seperti dokter spesialis obgyn.
Jika dilakukan oleh dokter umum, lanjut Yudi, maka akan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kompetensi medis di dunia kedokteran. Dikhawatirkan, nantinya dapat membahayakan keselamatan pasien itu sendiri.
“Kalau kita bicara pada fokus meningkatkan kompetensi dokter umum tentang seksio-sesarea ini jelas wacana sangat membahayakan. Kenapa bahaya? Berarti apa? Kita mengorbankan keselamatan pasien dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kompetensi medis berjenjang di dunia kedokteran kan seperti itu. Artinya, dokter umum sampai di mana batasannya. Dokter spesialis sampai di mana batasannya,” tutur dr Yudi.
“Kalau mau diobrak-abrik seperti ini jadi tidak mengerti betul tatanan pelayanan kesehatan yang benar, sesuai dengan filosofi pelayanan kesehatan kedokteran,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yudi menyebut wacana Menkes mengenai operasi caesar yang nantinya boleh dilakukan oleh dokter umum sangat bertentangan dengan acuan global tentang dunia kesehatan.
Dalam hal ini ia merujuk pada World Health Organization (WHO), American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) dan World Federation Medical Education (WFME).
“Yang kedua bertentangan dengan standar kompetensi global. Kita kan punya acuan global itu salah satu adalah WHO, ada lagi World Federation Medical Education, ada RCOG kalau di Inggris. Nah itu jelas kompetensi global yang harus dipunya itu,” kata dr Yudi Mulyana.
Jika rencana ini benar-benar dilakukan, menurutnya, tanpa mempertimbangkan standar kebijakan kesehatan dunia, maka dikhawatirkan akan sangat membahayakan keselamatan pasien, yang tentunya menyangkut ibu dan anak.
“Kemudian keselamatan pasien terutama ibu dan anak tidak boleh dikompromikan dengan mensimplekan tindakan, simplifikasi kompetensi,” tutur Yudi.







