Akuntansi sosial adalah proses mengkomunikasikan dampak sosial dan lingkungan dari tindakan ekonomi organisasi untuk kepentingan kelompok tertentu dalam masyarakat dan untuk masyarakat luas. Akuntansi sosial menekankan konsep akuntabilitas perusahaan.
D. Crowther mendefinisikan akuntansi sosial dalam pengertian ini sebagai sebuah pendekatan untuk melaporkan kegiatan perusahaan yang menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi perilaku sosial yang relevan, penentuan mereka kepada siapa perusahaan bertanggung jawab untuk kinerja sosial dan pengembangan tindakan yang tepat dan teknik pelaporan.
Dalam era bisnis modern, akuntansi sosial menjadi salah satu elemen penting untuk memastikan perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan finansial semata, tetapi juga bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Konsep ini mengintegrasikan pertimbangan sosial dan lingkungan ke dalam pengukuran kinerja perusahaan, sehingga menghasilkan laporan yang lebih komprehensif dan akurat tentang dampak operasi mereka.
Namun, apakah akuntansi sosial benar-benar sudah menjadi praktik yang diterapkan secara luas di perusahaan, atau masih sebatas gagasan ideal? Meskipun akuntansi sosial telah menarik perhatian banyak perusahaan, implementasinya secara nyata masih jauh dari merata. Sebagian perusahaan besar yang memiliki sumber daya lebih memadai mungkin sudah mulai menerapkannya, tetapi perusahaan kecil dan menengah masih menghadapi tantangan dalam mengadopsi pendekatan ini.
Penting untuk disadari bahwa akuntansi sosial memberikan manfaat yang tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat, tetapi juga bagi kelangsungan bisnis itu sendiri. Melalui transparansi dan pelaporan dampak sosial, perusahaan dapat membangun kepercayaan publik, menarik lebih banyak investor yang peduli pada prinsip keberlanjutan, serta mengurangi risiko reputasi yang buruk akibat dampak negatif operasi mereka.
Sayangnya, kurangnya standar global yang mengatur akuntansi sosial serta kompleksitas dalam mengukur dampak sosial dan lingkungan menjadi hambatan utama. Beberapa perusahaan mungkin merasa kesulitan menentukan indikator yang relevan atau mengalokasikan sumber daya untuk proses pengumpulan data yang kompleks. Akibatnya, hanya sedikit yang mampu mengintegrasikan akuntansi sosial ke dalam strategi bisnis mereka secara menyeluruh.
Melihat kondisi ini, masih banyak yang perlu dilakukan agar akuntansi sosial benar-benar menjadi kunci bisnis berkelanjutan. Pemerintah, lembaga internasional, dan organisasi masyarakat sipil perlu berperan aktif dalam menciptakan regulasi dan panduan yang jelas untuk membantu perusahaan mengimplementasikan konsep ini.
Dengan komitmen kolektif dari semua pihak, akuntansi sosial tidak hanya akan menjadi ide idealistis, tetapi juga praktik umum yang membantu perusahaan menjalankan bisnis secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dunia membutuhkan lebih banyak perusahaan yang tidak hanya menghitung keuntungan finansial, tetapi juga menghargai dampak sosial dan lingkungan dari keberadaan mereka.
Sebagai contoh, laporan keberlanjutan atau laporan dampak sosial sudah menjadi praktik di beberapa perusahaan besar, terutama yang terdaftar di bursa saham internasional. Namun, di Indonesia, penerapan akuntansi sosial masih cenderung dilakukan oleh perusahaan besar atau perusahaan multinasional. Perusahaan kecil dan menengah (UMKM) sering kali belum memahami pentingnya akuntansi sosial, apalagi menerapkannya. Ini menunjukkan bahwa meskipun akuntansi sosial adalah kunci untuk bisnis berkelanjutan, realisasinya masih jauh dari kata universal.
Di sisi lain, adanya perkembangan positif dari perusahaan yang menerapkan akuntansi sosial, meskipun tidak banyak, berhasil membangun reputasi yang lebih baik di mata konsumen dan investor. Hal ini menunjukkan bahwa akuntansi sosial dapat menjadi daya saing yang signifikan, terutama di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap isu-isu sosial dan lingkungan.
Perusahaan tidak seharusnya hanya mengukur keberhasilan berdasarkan keuntungan finansial semata. Akuntansi sosial menawarkan perspektif yang lebih luas, yakni bagaimana perusahaan berdampak pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dengan adanya tekanan global, seperti penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG), perusahaan harus segera beradaptasi jika ingin tetap relevan di masa depan.
Penerapan akuntansi sosial harus disertai dengan regulasi dan insentif dari pemerintah. Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang secara konsisten melaporkan dan meningkatkan dampak sosial mereka. Di samping itu, lembaga pendidikan dan pelatihan juga memiliki peran besar dalam mengenalkan konsep akuntansi sosial kepada calon profesional di bidang bisnis.
Namun, tantangan dalam menerapkan akuntansi sosial tetap ada, seperti kurangnya standar pelaporan yang diakui secara universal dan kompleksitas dalam mengukur dampak sosial dan lingkungan yang seringkali tidak berwujud dan sulit diukur. Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan perlu menetapkan tujuan yang jelas, melibatkan pemangku kepentingan, dan memilih metrik yang relevan untuk mengukur dan melacak kinerja sosial secara efektif.Â
Kesimpulannya, akuntansi sosial memang merupakan kunci untuk bisnis berkelanjutan. Namun, penerapannya masih jauh dari optimal, terutama di perusahaan kecil dan menengah. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mendorong penerapan akuntansi sosial agar lebih meluas. Dengan begitu, perusahaan tidak hanya menjadi entitas yang mencari laba, tetapi juga agen perubahan yang menciptakan dampak positif bagi dunia.Â
Penulis:
Mella Santika Wulandari
NIM 221011201513
Mahasiswi Akuntansi Manajemen Universitas Pamulang
Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Akuntansi Keperilakuan