TANGSELXPRESS – Dokter Spesialias Anak Konsultan Hematologi Onkologi Anak dr Fajar Subroto SpA(K), Subsp.HO menjelaskan, thalassemia merupakan penyakit genetik yang memengaruhi produksi hemoglobin, protein dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
“Penyakit ini disebabkan oleh mutasi genetik yang mengganggu pembentukan rantai hemoglobin, sehingga mengakibatkan anemia kronis,” terang dr Fajar saat menjadi pembicara seminar kesehatan “Mengenal dan Menghadapi Thalasemia” di RS Buah Hati Ciputat, Kota Tangsel, Jumat (20/12).
Menurutnya, berdasarkan rantai hemoglobin yang terganggu, thalasemia dibagi menjadi dua jenis utama. Yang pertama yang disebabkan oleh gangguan pada gen yang mengontrol produksi rantai alfa hemoglobin. Kemudian thalasemia yang disebabkan oleh gangguan pada gen yang mengontrol produksi rantai beta hemoglobin.
“Secara umum, thalasemia disebabkan oleh mutasi genetik yang mengganggu produksi hemoglobin. Penyakit ini diturunkan secara autosom resesif, yang berarti seorang anak dapat menderita thalasemia mayor jika mewarisi gen cacat dari kedua orangtuanya,” kata dokter yang juga Ketua Komite Medik RS Buah Hati Ciputat, Kota Tangsel itu.
dr Fajar juga mengingatkan, jumlah pasien thalasemia di Indonesia terus mengalami pertambahan. Di Indonesia, penyandang thalasemia saat ini telah mencapai 10.500 lebih kasus. Di mana, Jawa Barat menjadi provinsi penyumbang terbesar dengan 4.199 kasus (39,94 persen). “Provinsi terbanyak kedua adalah Jawa Tengah dengan 1.377 kasus atau 13 persen,” katanya.
dr Fajar mengatakan, thalsemia diturunkan berdasarkan hukum mendel. Yaitu setiap individu memiliki dua alel (varian gen) untuk setiap sifat, satu diwariskan dari ayah dan satu dari ibu. Alel ini, kata dia, akan dipisahkan secara acak selama pembentukan gamet (sel sperma atau sel telur).
“Orangtua yang pembawa gen (thalassemia minor) memiliki satu alel normal (N) dan satu alel cacat (n). Selama pembentukan gamet, alel ini akan dipisahkan, sehingga gamet bisa membawa N atau n secara acak,” kata dokter spesialis anak lulusan Universitas Indonesia itu.
Kemudian, alel yang berbeda untuk berbagai sifat akan diwariskan secara independen, kecuali jika gen-gen tersebut berada pada kromosom yang sama (terkait). Dalam konteks thalasemia, gen yang bertanggung jawab biasanya berada pada satu lokus spesifik di kromosom. Sehingga hukum ini kurang relevan jika hanya membahas thalassemia sebagai satu sifat tunggal.
Lalu bagaimana tata laksana pada penyandang thalasemia? dr Fajar mengatakan, tata laksana penyandang thalasemia berfokus pada mencegah komplikasi, meningkatkan kualitas hidup, dan memperpanjang harapan hidup.
Opsi tata laksana yang tersedia meliputi:
1. Terapi Transfusi Darah
2. Terapi Kelasi Zat Besi
3. Suplemen Asam Folat
4. Transplantasi Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplant)
5. Terapi Eksperimental
6. Pengobatan Simptomatik dan Pemantauan Rutin
7. Edukasi dan Dukungan Psikososial
8. Pencegahan pada Generasi Mendatang
“Dan mengapa thalasemia menjadi masalah? Ini karena jumlah penyandangnya terus mengalami pertambahan. Di Indonesia, 6-10 persen adalah pembawa sifat atau karier thalasemia,” kata dokter yang juga Ketua Divisi Hematologi dan Onkologi Dep. Anak di RSAB Harapan Kita Jakarta itu.
Seminar kesehatan ini mendapat dukungan dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Astra. Di antaranya FIFGROUP, Asuransi Astra-Garda Media, serta Astra Credit Companies (ACC). Selain itu, dukungan juga datang dari RS Buah Hati Ciputat yang menjadi tuan rumah serta Pemkot Tangsel, Rocella dan Kalbe Farma. (*)