PT Waskita Karya, salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia, tengah menjadi sorotan karena berbagai dugaan pelanggaran seperti dugaan korupsi, manipulasi laporan keuangan, dan masalah keuangan perusahaan. Diantaranya:
1. Dugaan Manipulasi Laporan Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyelidiki dugaan manipulasi laporan keuangan oleh Waskita Karya. Perusahaan ini diduga mencatatkan keuntungan fiktif di tengah kondisi keuangan yang tidak sehat. Manipulasi ini melibatkan laporan laba yang tidak sejalan dengan arus kas dan pencatatan aset yang diduga tidak sesuai.
2. Kasus Korupsi Proyek Infrastruktur
Sejumlah proyek infrastruktur yang dikelola Waskita, seperti Tol Jakarta-Cikampek II dan LRT Sumsel, menjadi subjek penyelidikan atas dugaan korupsi. Beberapa pejabat tinggi perusahaan telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun dalam kasus tertentu. Modusnya melibatkan pengurangan volume proyek tanpa kajian teknis yang memadai dan gratifikasi.
3. Krisis Keuangan dan Restrukturisasi Utang
Di sisi keuangan, Waskita mencatatkan kerugian besar hingga kuartal III 2024, dengan total liabilitas mencapai sekitar Rp80 triliun. Pemerintah telah berupaya membantu melalui restrukturisasi utang sebesar Rp26 triliun. Namun, kondisi perusahaan tetap kritis akibat meningkatnya beban bunga dan lemahnya pendapatan usaha.
Karena hal tersebut berbagai dugaan pelanggaran, mulai dari manipulasi laporan keuangan hingga lemahnya penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kasus ini mencerminkan perlunya perbaikan tata kelola dan transparansi dalam badan usaha milik negara (BUMN).
4. Komunikasi Audit: Peran Penting Transparansi
Menurut Josep Kopec (1982, dalam Morissan, 2008, h. 253) audit komunikasi adalah suatu analisis tentang komunikasi organisasi baik internal dan/atau eksternal untuk mendapatkan gambaran mengenai kebutuhan komunikasi, kebijakan, tindakan dan kemampuan, serta untuk mengetahui data yang perlu dan memungkinkan pimpinan perusahaan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang tepat dan ekonomis demi tujuan masa depan komunikasi organisasi.
Adanya audit komunikasi ini dibutuhkan untuk mempelajari secara detail tentang bagaimana, apa dan kepada siapa perusahaan melakukan komunikasi. Dengan begitu, perusahaan bisa melihat gambaran secara jelas mengenai apa saja yang sudah dilakukan. Selanjutnya data-data audit komunikasi dapat digunakan untuk mengambil keputusan.
Dalam proses audit, komunikasi yang efektif antara auditor dan pihak manajemen sangat penting untuk memastikan temuan dapat ditindaklanjuti secara tepat. Pada kasus Waskita, terdapat dugaan bahwa laporan keuangan perusahaan dimanipulasi menggunakan teknik window dressing, seperti mempercepat pengakuan pendapatan atau menunda pengakuan kewajiban untuk membuat laporan keuangan terlihat lebih baik dari kondisi sebenarnya.
Laporan hasil audit independen menunjukkan adanya transaksi yang tidak dapat ditelusuri serta laporan laba yang tidak sesuai dengan kondisi kas. Ini mengindikasikan lemahnya komunikasi audit yang seharusnya mengungkap lebih dini masalah tersebut sebelum menjadi skandal besar.
5. Laporan Hasil Audit: Mengungkap Fakta Sebenarnya
Laporan audit adalah laporan yang berisi opini audit yang dikeluarkan oleh auditor independensi setelah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan entitas dan laporan terkait.Hal tersebut termasuk laporan keuangan, akun manajemen, laporan manajemen. atau laporan lain seperti laporan yang sesuai. Sebagian besar laporan tersebut diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan profesional auditor terhadap kriteria atau standar pengukuran.
Audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkap sejumlah pelanggaran, termasuk penyajian laporan keuangan yang tidak mencerminkan kondisi riil perusahaan. Salah satu temuannya adalah bahwa Waskita melaporkan keuntungan selama bertahun-tahun, padahal arus kasnya selalu negatif.
Hasil audit ini menjadi landasan bagi otoritas seperti OJK untuk menyelidiki lebih lanjut dan memastikan bahwa manajemen bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Jika laporan hasil audit tidak independen atau kredibel, dampaknya adalah hilangnya kepercayaan publik dan investor.
6. Good Corporate Governance: Fondasi yang Runtuh
Good Corporate Governance (GCG) merujuk pada seperangkat prinsip, nilai, dan praktik tata kelola perusahaan yang baik. Konsep ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan dijalankan dengan cara yang transparan, adil, dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan yang terlibat. GCG melibatkan berbagai aspek, termasuk struktur organisasi, sistem pengambilan keputusan, pemantauan kinerja, dan pengungkapan informasi.
Dalam penerapannya, Good Corporate Governance mengandung prinsip-prinsip yang harus dipenuhi agar mendapatkan hasil yang lebih optimal, yaitu:
- Transparansi: Menyediakan informasi yang jelas, akurat, dan mudah dipahami kepada semua pemangku kepentingan.
- Akuntabilitas: Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan perusahaan, baik kepada pemegang saham maupun pihak terkait lainnya.
- Kewajaran: Memastikan perlakuan yang adil terhadap semua pemangku kepentingan, tanpa adanya diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil.
- Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR): Memahami dan memenuhi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
- Pengelolaan Risiko: Mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko secara efektif untuk mencapai tujuan perusahaan.
- Independensi Dewan Direksi: Mempertahankan independensi dewan direksi dari pengaruh eksternal yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
Kasus Waskita Karya menunjukkan lemahnya penerapan prinsip GCG. Padahal, GCG bertujuan untuk menciptakan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pengelolaan perusahaan. Pemerintah, melalui Kementerian BUMN, mewajibkan semua BUMN menerapkan GCG sesuai dengan regulasi, namun dalam praktiknya, banyak perusahaan yang hanya mematuhi secara formal tanpa implementasi yang substansial
Dampak buruk dari pelanggaran GCG ini tidak hanya merugikan perusahaan secara internal tetapi juga mencoreng reputasi BUMN secara keseluruhan. Investor mulai kehilangan kepercayaan, sementara kreditor enggan memberikan pendanaan karena risiko tinggi yang ditimbulkan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Praktik buruk ini merugikan banyak pihak, termasuk investor, kreditor, dan pemerintah, yang berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap BUMN. Oleh karena itu, audit yang mendalam dan penerapan GCG yang lebih ketat bukan hanya formalitas., meningkatkan transparansi laporan keuangan menjadi kebutuhan mendesak bagi perusahaan seperti Waskita Karya untuk memastikan keberlanjutan operasionalnya serta pemulihan kepercayaan publik.
Untuk mencegah kasus serupa, langkah-langkah seperti penguatan fungsi audit internal, peningkatan transparansi dalam komunikasi audit, dan implementasi GCG yang lebih ketat perlu dilakukan. Selain itu, auditor eksternal harus bertindak independen dan memastikan laporan hasil audit mencerminkan kondisi yang sebenarnya, agar keputusan strategis yang diambil oleh manajemen atau pemerintah berbasis pada data yang valid.
Penulis:
Disti Rena Imelda
Erna
Salsabila Adzra
Siskawati Lase
Siti Nawati
Mahasiswi Akuntansi S1 Universitas Pamulang
Artikel ini dibuat guna memenuhi tugas Mata Kuliah Internal Audit