AUDIT Field Work II atau pekerjaan lapangan kedua dalam audit internal tidak hanya memfokuskan pada pengumpulan bukti tambahan tetapi juga mengevaluasi kembali efektivitas standar dan prosedur audit. Teori menyebutkan pentingnya pengembangan standar yang valid, seperti spesifikasi produk dan praktik bisnis yang wajar, untuk memastikan bahwa pengukuran kinerja audit dapat berfungsi sebagai tolak ukur atau benchmark.
Standar yang kurang spesifik sering kali menjadi kendala utama, karena organisasi mungkin merasa bahwa tolok ukur tersebut tidak sesuai dengan situasi unik mereka. Kondisi ini membuat auditor harus fleksibel namun tetap mempertahankan objektivitas dalam pengukuran, sehingga dapat memenuhi ekspektasi entitas tanpa mengorbankan akurasi audit.
Fenomena di lapangan, penerapan benchmarking sering kali menghadapi resistensi dari entitas yang merasa bahwa standar tersebut tidak realistis atau sulit diterapkan. Oleh karena itu, auditor diharapkan memiliki komunikasi yang kuat dengan entitas agar dapat memberikan pemahaman mengapa standar tertentu diperlukan, dan melakukan penyesuaian yang relevan ketika benar-benar dibutuhkan, tanpa mengurangi kualitas audit.
Pengembangan benchmarking biasanya merupakan hasil dari proses belajar. Studi Praktik-praktik Global Terbaik (Global Best Practices Study) yang dilakukan oleh Arthur Andersen mengidentifikasi sebelas tindakan yang tepat untuk menentukan aktivitas-aktivitas yang meningkatkan upaya organisasi. Penggunaan benchmarking adalah proses audit yang diterapkan pada disiplin ilmu audit internal secara utuh untuk mengidentifikasi metode-metode yang inovatif dan produktif dan akan menghasilkan operasi audit internal yang lebih efisien.
Dengan di susun nya Strategis Audit field Work yaitu untuk memastikan bahwa kegiatan Audit trsbut sudah sesuai dengan standar tujuan yang sudah di tetapkan pada operasional Perusahaan tsb , supaya dengan mudah unutk menyediakan informasi penting untuk para manajemen mengambil suatu Keputusan.
Audit Findings: Temuan Sebagai Alat Kontrol dan Pendorong Perubahan
Menurut Bastian (2018:316) “Temuan audit merupakan hasil dari pemeriksaan auditor. Temuan yang ditemukan auditor dapat berupa salah saji potensial dalam laporan keuangan, sistem pengendalian internal yang tidak baik, dan adanya ketidakefisienan dan efektif dalam bekerja.” Temuan audit (audit findings) mempunyai berbagai bentuk dan ukuran. Temuan audit seringkali dianggap sebagai suatu kekurangan dari suatu entitas (definciencies).
Audit findings atau temuan audit menjadi Suatu indikator penting dalam mengidentifikasi kelemahan yang mungkin mengancam kepatuhan dan efisiensi operasi. Berdasarkan teori, temuan audit harus dikategorikan menjadi berbagai tingkat signifikansi, mulai dari temuan tidak signifikan hingga temuan besar yang berpotensi merusak pencapaian tujuan organisasi . Praktukkan bahwa tidak semua temuan negatif dipandang sebagai ancaman, tetapi bisa berfungsi sebagai alat kontrol yang mendorong perbaikan.
Temuan audit menjelaskan terkait dengan keadaan saat ini (current), masa lampau (past) dan yang akan terjadi dimasa depan (future) ditemukan adanya kesalahan atau kecurangan. Standar 2310 SPPIA: menjelaskan bahwa, “Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang cukup (sufficient), andal (reliable), relevan (relevance) dan berguna (usefulness) untuk mencapai tujuan penugasan”. Practice advisory 2410-1 dari Standar: “kriteria komunikasi”. “Observasi & rekomendasi harus berdasarkan pada 4 atribut berikut ini: kriteria, kondisi, penyebab & dampak.”
- “Kriteria (criteria): standar, ukuran, kebijakan atau ekspektasi dalam melakukan pekerjaan yang dapat dipakai untuk evaluasi/ verifikasi (apa yang seharusnya ada/harapan)
- Kondisi (condition): bukti faktual yang ditemukan saat pengujian atau kejadian sebenarnya di lapangan (apa yang ada/kenyataan).
- Penyebab (Causes): alasan perbedaan antara harapan dengan kondisi actual (mengapa ada perbedaan).
- Dampak (Effect): Risiko/ eksposur yang dihadapi organisasi karena kondisi tidak sama dengan kriteria (akibat perbedaan)”.
Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa penilaian auditor atas temuan sering kali diterima sebagai kritik langsung oleh manajemen. Hal ini mendorong perubahan positif jika direspons dengan baik, namun bisa menjadi tantangan jika manajemen bersikap defensif. Oleh karena itu, penting bagi auditor untuk tidak hanya memberikan rekomendasi, tetapi juga menyertakan bukti yang cukup sehingga temuan tersebut dapat dipahami sebagai upaya konstruktif untuk mendorong pertumbuhan perusahaan. Tanggung jawab auditor dalam memberikan rekomendasi yang terukur sesuai biaya dan risiko yang mungkin dihadapi perusahaan menjadi penting, mengingat setiap rekomendasi harus realistis dan mendukung perbaikan sistem.
Working Papers Auditumentasi dan Akuntabilitas
Kertas kerja audit atau working papers audit memegang peran vital dalam setiap langkah audit sebagai dokumen yang mengarsipkan informasi yang diperoleh selama audit berlangsung. Kertas kerja ini tidak hanya mencatat semua aktivitas auditor, tetapi juga berfungsi sebagai bukti pertanggungjawaban dan alat untuk mengevaluasi efektivitas audit . Standar profesi audit menyatakan brus mendokumentasikan semua proses, mulai dari perencanaan hingga kesimpulan, untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Kertas kerja merupakan dokumen audit yang memuat informasi yang diperoleh dan dianalisis auditor selama melakukan proses audit. Kertas kerja disiapkan dari awal auditor ditugaskan hingga selesai proses audit. Kertas kerja berisi:
- Perancanaan audit
- Pelaksanaan audit & evaluasi kecukupan dan efektivitas internal control system.
- Prosedur audit yang dilakukan untuk memperoleh bukti, sehingga dapat diambil kesimpulan.
- Supervisor mereview kertas kerja.
- Laporan hasil pemeriksaan
- Follow up adalah memantau tindakan perbaikan, sudah sejauh mana rekomendasi auditor dilakukan.
Di lapangan, tantangan terbesar yang sering dihadapi dalam penyusunan working papers adalah konsistensi dalam dokumentasi dan penyimpanan. Banyak auditor menghadapi kendala dalam mengatur kertas kerja yang beragam formatnya, khususnya di lingkungan perusahaan yang mengadopsi sistem ERP atau menggunakan teknologi tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa diperlukan pelatihan intensif dan pengembangan standar untuk dokumentasi yang mengikuti standar profesional yang berlaku, sehingga hasil audit tetap konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kesimpulan
Dari perspektif teori dan penerapannya di lapangan, audit field work II, audit findings, dan working papers audit memegang peranan penting dalam menciptakan sistem kontrol yang andal serta mendorong perbaikan berkelanjutan dalam perusahaan. Keberhasilan implementasi setiap tahap audit sangat tergantung pada keahlian auditor dalam mengatasi hambatan di lapangan, berkomunikasi dengan baik, dan memberikan rekomendasi yang sesuai dengan risiko dan kapasitas entitas yang diaudit.
Penulis:







