TANGSELXPRESS – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo), Handaka Santosa mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025.
Menurut Handaka, langkah ini dapat memicu kemerosotan pertumbuhan ekonomi lebih dalam, mengingat tren pertumbuhan ekonomi Indonesia dari kuartal I hingga III 2024 terus mengalami penurunan.
“Itu yang kami agak khawatirkan. Apakah ini akan menurun terus sampai kemudian sampai mencapai di bawah 4%,” kata Handaka seperti dikutip dari beritasatu.com dalam Investor Market Today IDTV, Senin (18/11/2024).
Handaka menggarisbawahi bahwa kenaikan PPN akan berdampak langsung pada peningkatan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya menyebabkan inflasi naik. Selain itu, daya beli masyarakat juga diperkirakan akan semakin melemah.
“Terlebih daya beli kalangan menengah yang terkontraksi apalagi kalau harganya naik, ini akan (membuat daya beli) semakin menurun,” terangnya.
Hal ini menjadi perhatian serius karena lebih dari 50% struktur ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Penurunan daya beli masyarakat akan berimbas pada sulitnya mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto, yakni sebesar 8%.
“Kita semua tahu arahan Bapak Presiden adalah pertumbuhan ekonomi 8%. Instead of pertumbuhan ekonomi ini naik. Eh tiga kuartal ini turun terus dan sekarang sudah di bawah 5%,” pungkasnya menambahkan.
Dengan situasi ini, diperlukan langkah strategis untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi domestik agar ekonomi tetap tumbuh sesuai harapan.