TANGSELXPRESS – Kejuaraan Taekwondo Indonesia 2024, yang bagian dari KONI Cup Series 5, menuai kontroversi terkait penggunaan medali bertuliskan PON XXI Aceh-Sumut. Hal ini memicu protes dari peserta dan orang tua mereka, yang merasa bahwa penggunaan medali tersebut tidak sesuai dengan konteks kejuaraan.
Medali yang dibagikan dalam kejuaraan ini bertuliskan Road to PON XXI Aceh-Sumut, meskipun ajang PON XXI telah berakhir pada September 2024. Hal ini menciptakan kebingungan dan protes dari beberapa pihak yang merasa penggunaan medali ini tidak relevan.
Orang tua peserta Kejuaraan Taekwondo Indonesia 2024, KONI CUP Series 5 bernama Sugeng menceritakan hal tersebut. “Masak medali PON XXI Aceh-Sumut, padahal kan acaranya sudah selesai,” ungkap Sugeng seperti dikutip dari beritasatu.com, Sabtu (16/11/2024).
Dia mengaku anaknya mengikuti event kejuaraan ini harus membayar lebih dari Rp 500.000. Jika pesertanya minimal 1.000 orang, uang yang diterima panitia minimal Rp 500 jutaan. “Belum lagi dari sponsor, ada Polytron, SIMS, TUSAH, Haus, dan sponsor lainnya. Berapa banyak uang yang diterima panitia,” urainya.
“Ini bisa termasuk kategori penipuan, harus diusut dan KONI harus tanggung jawab kepada ribuan peserta kejuaraan Taekwondo,” sambungnya.
Menurut Sekjen KONI Pusat, Tb Lukman Djajadikusuma, medali tersebut dimaksudkan untuk meramaikan euforia pasca-PON dan memberikan rasa bangga kepada peserta. Ia menekankan bahwa medali ini mirip, tetapi bukan medali yang sama seperti di PON XXI.
“Masyarakat bangga meraih medali tersebut yang terbilang mirip dengan medali yang diraih atlet juara PON XXI Aceh-Sumut 2024. Hal itu sudah kami tanyakan ke beberapa peserta, mereka suka mendapatkan medali ini yang memang mirip dengan PON XXI Aceh-Sumut dan ini merupakan legacy dari PON XXI,” kata Tb Lukman.
Tb Lukman menyatakan bahwa medali bertuliskan PON XXI Aceh-Sumut adalah bagian dari “legacy” PON untuk merayakan semangat olahraga. Namun, ia juga menegaskan bahwa peserta yang tidak setuju dapat meminta medali alternatif yang telah disiapkan oleh panitia.
Panitia bersikukuh bahwa penggunaan medali ini tidak melanggar aturan dan mendapat sambutan baik dari sebagian besar peserta.
“Tetapi bila ada peserta atau orangtua peserta yang keberatan dengan medali yang mirip dengan PON ini, akan kita catat dan kita sebenarnya juga sudah mempersiapkan medali KONI Cup Series 5 Indonesia. Kalau mau ditukar medalinya, juga bisa,” jawab pria yang akrab disapa Ade Lukman itu.
Kontroversi ini mencerminkan lemahnya komunikasi panitia kepada peserta dan orang tua tentang alasan penggunaan medali bertuliskan PON XXI.
Dengan biaya pendaftaran yang tinggi, panitia seharusnya memberikan laporan keuangan yang transparan untuk menghindari dugaan penipuan.
Untuk menghindari kejadian serupa, panitia di masa depan perlu memastikan bahwa elemen acara, termasuk medali, sesuai dengan tema dan relevansi kejuaraan.
Meskipun niat KONI untuk menjaga euforia olahraga pasca-PON adalah hal yang positif, penggunaan medali bertuliskan PON XXI Aceh-Sumut tanpa konteks yang jelas menimbulkan kebingungan dan keluhan. Ke depannya, diperlukan transparansi dan komunikasi yang lebih baik agar setiap ajang olahraga berjalan dengan profesionalisme yang tinggi.