TANGSELXPRESS – Kasus kekerasan seksual di Panti Asuhan Yayasan Darussalam An’Nur di Tangerang, Banten, mengejutkan publik dan memunculkan seruan untuk memperbaiki regulasi dan pengawasan panti asuhan di Indonesia. Anggota DPR RI, Selly Andriany Gantina menekankan pentingnya pengetatan regulasi pemerintah untuk memastikan semua yayasan panti asuhan terdaftar dan memiliki izin operasional resmi.
“Peristiwa ini tidak hanya merupakan bentuk pelecehan terhadap hak anak, tetapi juga menunjukkan kelemahan serius dalam regulasi dan pengawasan panti asuhan dan lembaga yang menampung anak-anak,” ujar Selly dalam keterangan yang diterima hari ini, Senin (13/10/2024).
Selly menyatakan bahwa insiden tersebut tidak hanya merupakan pelecehan terhadap hak anak, tetapi juga menunjukkan kelemahan serius dalam regulasi dan pengawasan terhadap panti asuhan dan lembaga yang menampung anak-anak. Ia menyoroti lemahnya mekanisme verifikasi serta minimnya pengawasan secara berkala, yang membuat panti asuhan rentan menjadi tempat eksploitasi dan pelanggaran hak anak.
Peristiwa ini terungkap setelah Sudirman (49), Ketua Yayasan Panti Asuhan, bersama dua pengasuh, Yusuf Bahtiar (30) dan Yandi Supriyadi (28), ditetapkan sebagai tersangka kekerasan seksual terhadap sejumlah anak asuh. Sudirman dan Yusuf telah ditangkap, sementara Yandi masih dalam pengejaran dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Saat ini, ada delapan korban yang teridentifikasi, terdiri dari lima anak dan tiga dewasa, semuanya laki-laki. Pemerintah telah menyegel panti asuhan tersebut, dan anak-anak serta korban sudah dipindahkan ke Rumah Perlindungan Sosial (RPS).
“Lemahnya mekanisme verifikasi dan minimnya pengawasan secara berkala membuat panti asuhan rentan menjadi tempat bagi eksploitasi dan pelanggaran hak anak. Maka harus ada sanksi tegas dari setiap pelanggaran berupa penutupan operasional lembaga itu,” kata politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Selly meminta agar tindakan hukum dari sisi administrasi tetap dijalankan, termasuk penutupan operasional lembaga yang terbukti melakukan pelanggaran. Ia mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap yayasan panti asuhan dengan melakukan pengecekan berkala dan memastikan pendiri serta pengelola lembaga tersebut tidak memiliki catatan kriminal, terutama terkait kekerasan dan pelecehan anak.
“Pemerintah harus memastikan bahwa pendiri dan pengelola lembaga-lembaga ini tidak memiliki catatan kriminal, terutama terkait dengan kekerasan dan pelecehan terhadap anak. Pastikan setiap SDM yang mengampu pengasuhan dan pendidikan anak telah lolos tes psikologi serta memiliki sertifikasi yang jelas, serta tidak memiliki rekam jejak buruk. Ini demi keamanan dan kenyamanan anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa,” tutup Selly.
Selain itu, Selly menekankan perlunya tes psikologi dan sertifikasi yang jelas bagi setiap SDM yang terlibat dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Ia juga mendukung tindakan hukum tegas terhadap para pelaku, termasuk penerapan Undang-Undang 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Menurutnya, UU TPKS merupakan aturan yang paling kuat karena tidak hanya menjerat pelaku, tetapi juga bisa memproses lembaga secara legalitas, termasuk izin dan aspek hukumnya. Selain itu, pelaku bisa dikenai hukuman tambahan berupa penyitaan aset kekayaannya, dan identitas mereka dapat dipublikasikan sebagai bentuk transparansi dan peringatan.
Ia berharap aparat penegak hukum dapat mengusut tuntas kasus ini dan menjatuhkan hukuman maksimal dengan pemberatan kepada para predator seksual, demi memberikan efek jera dan melindungi hak-hak anak di masa mendatang.