TANGSELXPRESS – Pengasuh Pondok Pesantren Hubbun Nabi Muhammad, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur berinisial ME ditahan pihak kepolisian setempat.
Tuduhannya sangat serius, ME disangkakan melakukan persetubuhan dengan santriwati yang masih di bawah umur hingga menyebabkan kehamilan.
Dari hasil pemeriksaan sementara yang dilakukan polisi, modus kejahatan ME dengan kedok nikah siri. Namun, nikah siri yang dilakukan tanpa ada wali nikah, dan tanpa persetujuan orangtua korban. Korban, sebut saja bernama Mawar, masih berusia 16 tahun dan merupakan santri di ponpes tersebut.
Polisi di kota itu sangat serius menangani kasus ini. Kapolres Lumajang AKBP Muhammad Zainur Rofik menyatakan, telah memintai keterangan dari enam orang saksi sebelum menetapkan tersangka terhadap ME.
“Dalam penyidikan ini kami telah memintai keterangan enam saksi. Kami sudah tentukan tersangka dan sudah kami lakukan penahanan,” ujar Rofik kepada wartawan di sana.
Polisi yang menangani kasus ini menjerat ME dengan pasal 81 nomor 17 tahun 2016, Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Kasus ini dilaporkan orangtua korban bernama Matrokim pada Juni 2024 silam. Korban bersama ayahnya didampingi perwakilan dari lembaga perlindungan anak melaporkan ME ke polisi.
ME dilaporkan ke Polres Lumajang atas tuduhan persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Sang pengasuh ponpes diduga menyetubuhi korban dengan kedok telah menikahinya secara siri.
Daniel, pendamping dari lembaga perlindungan anak mengatakan, pelaku membujuk korban agar mau dinikahi dengan iming-iming akan diberi kesenangan.
Sebagai iming-iming atas janji itu ME memberikan uang tunai Rp 300 ribu sebagai mahar nikah. Korban sendiri, yang saat ini tidak melanjutkan sekolah usai menuntaskan pendidikan SMP pun mau dinikahi.
Parahnya, meski telah dinikahi secara siri, ME tidak mengajak korban untuk tinggal bersama. Sehingga orangtua korban pun cukup lama tak menyadari bahwa putri mereka telah “bersuami”.
Menurut Daniel, korban kerap dipanggil oleh pelaku ketika sang pengasuh ponpes cabul itu hendak melampiaskan syahwatnya. Hingga korban akhirnya hamil.
Kehamilan korban itulah yang menguak kasus kejahatan seksual ini. Orangtua korban justru mendengar dari tetangga bahwa putrinya sedang hamil hasil hubungan dengan sang pengasuh ponpes.
Ayah korban selama ini tak menduga bahwa putrinya telah dinikahi secara siri oleh pelaku. Dia hanya tahu anaknya secara rutin mengikuti pengajian di ponpes yang dikelola pelaku.
“Saya mengetahui itu ketika di kampung ramai kalau anak saya diisukan hamil sehingga saya menelusuri hal itu dan melaporkan ke polisi,” ujar ayah korban.
Perhatian Pemerintah
Kasus yang menimpa Bunga ini sontak mendapat perhatian serius dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Lembaga pemerintah ini berharap penyidik dapat menggunakan pemberatan hukuman terhadap ME.
“Kami berharap penyidik dapat menggunakan Pasal 81 UU Nomor 17/2016 dengan pemberatan hukuman karena terduga pelaku sebagai pengasuh lembaga pendidikan tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam memenuhi hak anak dan memberikan perlindungan khusus terhadap anak,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, Kamis (4/7).
Kemudian jika kemudian terbukti pernah melakukan kejahatan yang sama, menurutnya, pelaku dapat diberlakukan hukuman lebih berat, termasuk memberikan tindakan kebiri.