PT Garuda Indonesia merupakan salah satu emiten yang ditemukan melakukan pelanggaran audit pada laporan keuangan tahun 2018. Perkara Garuda ini berlangsung selama tiga bulan dan jangka waktu perkaranya terhitung sejak 1 April 2019 hingga penjatuhan sanksi pada 28 Juni 2019.
Sanksi tersebut dijatuhkan Kementerian Keuangan saat konferensi pers. Bekerja sama dengan Kantor Jasa Keuangan (OJK). Kasus PT Garuda Indonesia bermula dari laporan keuangan tahun 2018 yang dirilis di Bursa Efek Indonesia pada 1 April 2019.
Dalam laporan yang dipublikasikan, perusahaan memperoleh laba bersih sebesar USD809.000. Fakta ini menimbulkan keraguan dalam pengungkapannya, karena laporan keuangan tahun 2017 menunjukkan peningkatan kerugian yang relatif besar menjadi USD216,58 juta. Kecurigaan ini didukung oleh kerugian perusahaan sebesar USD114,08 juta pada kuartal ketiga tahun 2018 (Davis, 2016).
Kasus bermula ketika ketika Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) digelar dan mendapat keberatan dari perwakilan PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd karena ketidaksesuaian antara PSAK wajib dan kontrak Mahata yang terlibat. Peristiwa tersebut tertuang dalam surat yang dikirimkan saat pertemuan pada 2 April 2019. Perjanjian Mahata terjadi pada 31 Oktober 2019 yang mana PT Mahata Aeto Teknologi dan PT Garuda Indonesia Tbk menandatangani kerja sama. Kemitraan ini melibatkan hiburan yang diberikan selama pengoperasian fasilitas dan pengelolaan konten sebagai bentuk layanan yang digunakan sebagai komunikasi antar para pihak.
Keberatan diajukan mengenai perbedaan pengakuan pendapatan. Dalam perjanjian tersebut, Garuda memutuskan untuk mengakui pendapatan kemitraan sebagai bentuk kompensasi atas pemberian hak pengelolaan penuh kepada Mahata.
Pada tahun anggaran 2018, pendapatan di atas masih harus dicatat sebagai piutang sebelum menjadi pendapatan dan menghasilkan laba. Laporan keuangan tahun 2018 seharusnya belum bisa untung dan masih merugi seperti tahun sebelumnya.
Tuntutan tersebut didukung oleh PT Mahata yang mengaku memiliki utang kepada PT Garuda sebesar 239 juta USD pada 8 Mei 2019 (Hartomo, 2019). Pada tahun 2018 lalu, Mahata diketahui berhasil melakukan pemasangan komponen pesawat untuk maskapai penerbangan bernama Citilink. Namun, tidak ada pembayaran untuk pemasangan yang ditemukan, dan jangka waktu pembayaran maupun sistem pembayarannya tidak jelas.
Akibatnya, aktivitas manajemen laba ini mengindikasikan adanya kecurangan dalam pelaporan keuangan. Begitu pula dengan pengakuan beban perpajakan yang belum terjadi pada tahun buku 2018. Dengan demikian, kedua wakil ini mundur dari jajaran komisaris penandatanganan laporan keuangan.
Berdasarkan kronologi perkara yang diumumkan Onezon, pada 30 April 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil pengurus perusahaan pelat merah yang telah beroperasi selama 73 tahun hingga 2019 ini serta 2022.
Pengurus Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan seluruh anggota organisasi audit internasional BDO lainnya yang menjalankan fungsi auditor. Selain itu, Kementerian Keuangan juga melakukan pemeriksaan terhadap akuntan publik Kasner Sirumapea dan auditor KAP yang diadakan BEI.
Kasus tersebut berlanjut dengan perintah OJK untuk melakukan audit kepada PT Garuda pada 2 Mei 2019 untuk memastikan informasi yang sesuai terkait skandal PT Garuda. Kemudian, pada 21 Mei 2019, DPR memanggil Garuda Indonesia untuk dimintai keterangan terkait kesalahan klasifikasi penyusunan informasi keuangan.
Pada tanggal 14 Juni 2019, Kementerian Keuangan telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap KAP dan auditornya dan menemukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan (SPAP). Pelanggaran yang teridentifikasi sesuai dengan standar audit (SA), KAP yang bertanggung jawab ditemukan memiliki pemahaman yang buruk terhadap pengendalian kualitas karena penilaian ketidakpatuhan terhadap standar prosedur audit, melanggar hukum akibat peraturan OJK tidak bisa lepas dari Kementerian Keuangan. Terakhir, pada 28 Juni 2019, Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa laporan keuangan tahunan perusahaan Garuda tahun 2018 terbukti tidak benar dan sanksi diterapkan pada hari yang sama.
Menurut Kementerian Keuangan, tiga kelalaian PT Garuda Indonesia menyebabkan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) menjatuhkan sanksi akibat pelanggaran etika akuntan (PA). Izin praktek akuntan publik Kasner Sirumapea dengan nomor registrasi AP 0563 disuspensi selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal 27 Juli 2019 sampai dengan tanggal 26 Juli 2020.
Bersamaan dengan pencabutan perintah skorsing tersebut, dikenakan pula sanksi administratif berupa sanksi bagi pelanggaran administratif denda Rp100 Juta. Berdasarkan hasil analisis kasus PT Garuda, akuntan yang mengaudit perusahaan ini melanggar kewajiban prinsip integritas, objektivitas, perilaku profesional dan kompetensi standar etika akuntansi profesional auditor.
Prinsip integritas Akuntan Profesional yang mencerminkan sikap lugas dan jujur dalam setiap hubungan profesional dan bisnis dilanggar oleh PT Garuda dari laporan keuangan yang didalangi. Integritas yang bermaksud untuk selalu menyampaikan kebenaran dengan berterus terang akan keadaan perusahaan justru diabaikan.
Kemudian, prinsip objektivitas dimana, prinsip ini mengarahkan Akuntan Publik untuk tidak membedakan perlakuan profesional sebab pengaruh yang mampu mengesampingkan pertimbangan yang seharusnya. Pelanggaran akan prinsip ini ditunjukkan melalui penentangan standar audit atas laporan keuangan yang dimanipulasi demi kepuasan kegiatan manajemen laba yang dimana, turut menunjukkan tekanan yang berasal dari pihak lain. Prinsip yang bertujuan untuk menjamin hasil kerja auditor, dipatahkan oleh kasus PT Garuda karena pernyataan laba yang direkayasa. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Akuntan Publik terkait aktivitas auditing.
Pada kasus PT Garuda, dalam melaksanakan tugasnya auditor telah melanggar UU Pasar Modal dengan tidak mempertahankan sikap profesionalismenya untuk tetap sesuai dengan kode etik maupun peraturan perundang-undangan. Sikap ini menunjukkan lemahnya akuntan publik dalam menjunjung ataupun menghargai sikap profesionalisme yang wajib dipegang teguh oleh seorang penyandang profesi Akuntan Publik. Prinsip kehati-hatian yang menegaskan tindakan cermat dalam pemberian hasil jasa gagal diterapkan oleh auditor PT Garuda, analisis klasifikasi transaksi terlihat berlawanan dari bagaimana prinsip berjalan.
Selain itu, akuntan publik yang mengaudit PT Garuda juga telah melanggar beberapa standar audit (SA). Substansi atau isi pokok dari transaksi belum dapat dinilai secara tepat karena kesalahan pengakuan pendapatan dan piutang oleh Akuntan Publik yang bersangkutan.
Nominal yang diakui sebagai pendapatan oleh auditor di 2018 seharusnya masih dianggap sebagai piutang. Alih-alih laporan keuangan dilaporkan sesuai pengakuan yang seharusnya, perusahaan memilih pelaporan yang menghasilkan bukti pelanggaran standar audit 315 Kemudian, perlakuan akuntansi yang diidentifikasi untuk dinilai melalui bukti audit belum tersedia sepenuhnya dengan ini, ditunjukkan pelanggaran standar audit 500 juga dikenakan. Akibat dari klasifikasi yang keliru, standar audit 560 mengenai peristiwa kemudian tidak dapat dilakukan sebab itu terjadi kegagalan pertimbangan fakta- fakta setelah tanggal pelaporan keuangan.
Mengingat kesalahan pencatatan dapat diselesaikan atau dideteksi sebelum RUPS, maka hal ini menimbulkan kesimpulan analitis yang menyalahkan akuntan PT Garuda atas kelalaiannya. Padahal, akuntan bisa mengumpulkan bukti melalui konfirmasi atau dokumen. Perspektif ini berpotensi mempengaruhi perbedaan pendapat jika ditangani dengan tepat. Menariknya, Kementerian Keuangan menetapkan Auditing Standard 700 dilanggar karena akuntan tidak memberikan pendapat.
Pelanggaran etika profesi akuntansi PT Garuda Indonesia memiliki dampak yang signifikan, antara lain:
- Menurunkan kepercayaan publik terhadap profesi akuntan.
- Merusak reputasi PT Garuda Indonesia.
- Menyebabkan kerugian finansial bagi PT Garuda Indonesia dan para pemangku kepentingannya.
- PT Garuda mendapatkan Sanksi Hukum.
- Menurunkan minat masyarakat dalam berinvestasi.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran etika profesi akuntansi di kemudian hari, maka perlu dilakukan beberapa langkah, antara lain:
- Meningkatkan pendidikan dan pelatihan auditor tentang etika profesi akuntansi.
- Penguatan kode etik profesi akuntansi dan mekanisme penegakannya.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas auditor.
- Membangun budaya etis dalam lingkungan perusahaan.
Untuk mengembalikan kepercayaan publik baik terhadap PT Garuda ataupun profesi Akuntan Publik setidaknya mereka harus memenuhi beberapa kebutuhan dasar, seperti:
- Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan keandalan informasi dan sistem informasi.
- Profesionalisme. Pengguna jasa akuntansi harus secara jelas mengidentifikasi individu sebagai orang yang mempunyai keahlian di bidang akuntansi.
- Kualitas pelayanan. Yang pasti semua layanan yang diterima dari Akuntan Publik diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
- Kepercayaan. Pengguna jasa akuntansi harus dapat mempercayai bahwa terdapat kerangka etika profesional yang mendasari pemberian jasa akuntan.
Sumber: Karen, K., Yenanda, K., & Evelyn, V. (2022). Analisa Pelanggaran Kode Etik akuntan Publik Pada pt Garuda indonesia tbk. SIBATIK JOURNAL: Jurnal Ilmiah Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya, Teknologi, Dan Pendidikan, 2(1), 189–198. https://doi.org/10.54443/sibatik.v2i1.519
Penulis:
Kelompok 3
Alvyan Faiz Putra Juga
Putri Salsabila
Selvy April
Rakha Al Faridzie
Ramadhan Alif Lutfiansyah
Mahasiswa Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.







