TANGSELXPRESS – Sebuah video viral yang beredar di media sosial memperlihatkan kasus dugaan pengeroyokan warga terhadap sekelompok mahasiswa yang melakukan ibadah Doa Rosario di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Setelah dilakukan mediasi oleh kedua belah pihak, Polres Tangsel mengungkapkan telah berhasil mengamankan beberapa warga dalam kasus dugaan pengeroyokan atau penganiayaan terkait penggerudukan mahasiswa saat melakukan ibadah Doa Rosario tersebut.
Dalam kasus ini, terdapat dua versi cerita dari sudut pandang yang berbeda, baik dari sudut pandang mahasiswa maupun pengurus warga setempat.
Versi yang dikemukakan oleh mahasiswa adalah, saat melakukan kegiatan Doa Rosario pada malam Minggu (5/5), mereka dihadang oleh warga sekitar yang menyebutkan kata-kata kasar. Perwakilan mahasiswa bernama Legy menjelaskan bahwa kegiatan doa hampir selesai ketika penggerudukan itu terjadi.
Menurut Legy, pada saat itu, Ketua RT setempat datang dan mengumpat-umpat mereka, meminta agar tidak melakukan ibadah di sana.
“Pak RT datang duluan, dia ngomongnya keras gitu. Keras, terus warga datang banyak-banyak. Warga yang pakai motor berhenti,” ujar Legy ketika ditemui di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, pada Senin (6/5).
Sementara itu, versi yang diungkapkan oleh Ketua RW 002, Marat, menyebutkan bahwa sebelumnya beberapa warga sudah beberapa kali mengeluhkan kegiatan kumpul-kumpul mahasiswa kepada RT setempat.
Marat mengakui kurang tahu seberapa sering dan berapa banyak orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Menurutnya, ada beberapa mahasiswa yang hanya sekedar berkumpul saja dan ada pula yang melakukan ibadah.
“Sejauh yang kemarin-kemarin ini memang sudah dikeluhkan sama warga. Warga sudah ngeluh ke RT. Akhirnya RT bertindak,” kata Marat di Kantor Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, pada hari Senin (6/5).
Marat mengatakan bahwa ia hadir pada saat terjadi perselisihan tersebut pada akhir pekan lalu. Ia mendapat pengakuan soal warga yang dipukul oleh salah satu mahasiswa lebih dulu.
“Saya datang ke situ ‘Udah udah, jangan pada emosi’. ‘Bukan begitu, karena saya sudah kena pukul Pak RW. Saya kepukul’. Iya (warga dipukul duluan),” kata Marat sambil menirukan suara warga yang dia temui.
Selain itu, ia juga mengakui memang ada satu orang warga yang membawa senjata tajam berupa pisau dapur pada kejadian itu. Menurut Marat, sajam itu dibawa secara spontan, bukan disiapkan dengan sengaja.
Menurut pernyataan Marat, pihak RT dan RW telah melarang warga untuk membawa senjata tajam. “Spontan. Karena terdengar ada ribut-ribut, dia bawa sajam namanya emosi kan, sepintas gitu. Kita sudah melarang. Lagi gaduh. Pihak RT RW sudah melarang bawa sajam,” ungkap Marat.
Dalam kasus ini, ada satu orang yang menjadi korban dari kejadian tersebut, seorang perempuan. Marat juga menyebutkan bahwa mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan kumpul-kumpul itu tidak izin kepada pemilik kos untuk melakukan kegiatan tersebut. (arga)