TANGSELXPRESS – Dosen Komunikasi Politik Pascasarjana di Universitas Paramadina, Prabu Revolusi, menekankan pentingnya netralitas kampus dalam isu politik.
Demikian tanggapan di tengah-tengah suara kritis beberapa akademisi dan guru besar terhadap Presiden Joko Widodo mengenai kondisi demokrasi
Dia menyoroti bahwa pernyataan politik yang tidak mewakili sikap resmi kampus seharusnya dianggap sebagai pendapat pribadi. “Menurut saya, sangat tidak nyelop ketika kampus dicampur adukan dengan politik, apalagi tidak secara resmi mewakili kampus,” kata Prabu Revolusi.
Prabu menambahkan bahwa tanpa dukungan resmi dari lembaga kampus, tindakan tersebut hanya merefleksikan pandangan individu atau kelompok tertentu dari kampus.
“Jika memang gerakan gerakan itu mewakili kampus maka perlu ada lembaga yang resmi dari kampus untuk bisa menyatakan sikap dari kampus,” ucap Prabu.
“Jika tidak maka ini bisa dikatakan sikap peperangan atau kumpulan perseorangan yang kebetulan memiliki afiliasi dari kampus tersebut,“ tambahnya.
Dia mengkritik praktek mengaitkan opini personal sebagai representasi sikap resmi kampus, terutama ketika pernyataan itu datang dari figur penting seperti rektor.
“Rasanya tidak fair jika membawa nama nama kampus seakan seakan mewakili sikap resmi dari kampus tersebut apalagi rektor ataupun juga pimpinan dari kampus tersebut banyak yang memberikan sanggahan bahwa entah itu petisi atau pernyataan dianggap mewakili kampus,” jelas Prabu.
Dalam kapasitasnya, Prabu menyatakan bahwa dia dan kolega lain di lingkungan akademis memiliki pandangan politik mereka sendiri dan tidak merasa terwakili oleh sikap politik kampus tertentu.
“Saya sendiri adalah sebagai pengajar dari salah satu kampus di Indonesia dan saya tidak pernah merasa terwakili dengan sikap beberapa kampus tersebut saya tentu memiliki sifat politik sendiri demikian juga teman teman civitas unika lainnya,” kata Prabu saat diwawancarai.
Dia menyarankan agar opini politik pribadi tidak dikaitkan dengan institusi pendidikan kecuali ada pernyataan resmi dari kampus tersebut. “Maka saran saya jangan bawa nama nama kampus jika mau memberi opini politik pribadi.
Jangan mengatasnamakan kampus kecuali memang ada sikap resmi dari kampus” tandasnya.
Di sisi lain, Forum Rektor Indonesia mengeluarkan deklarasi untuk Pemilu 2024 yang damai, yang diumumkan di Universitas Hasanuddin (UNHAS), Makassar, pada 3 Februari 2024.
Deklarasi ini dihadiri lebih dari seratus anggota forum dan menekankan pentingnya menjaga persatuan dalam NKRI.
“Dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata salah satu perwakilan Forum Rektor Indonesia saat membacakan deklarasi Pemilu aman dan damai, seperti dalam keterangan yang diterima.
Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, Rektor Universitas Hasanuddin, membacakan lima poin kunci dari deklarasi tersebut, yang mencakup seruan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu yang aman dan harmonis, menolak provokasi yang merusak persatuan, melawan berita palsu dan kebencian, menggunakan hak pilih sesuai dengan nurani, dan menjaga lingkungan akademik yang kondusif.
Deklarasi ini bertujuan untuk memperkuat komitmen akademisi terhadap demokrasi dan persatuan bangsa serta mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu yang berintegritas.(*)