TANGSELXPRESS – Calon Wakil Presiden (Cawapres) RI nomor urut 1 Muhaimin Iskandar mampu menjawab dengan baik pernyataan moderator soal reformasi agraria pada debat keempat Pilpres 2024 di Jakarta, Minggu (21/1) malam.
Muhaimin Iskandar mengatakan, reformasi agraria hingga perlindungan gagal tanam merupakan langkah utama guna menghadapi dampak krisis iklim yang berkaitan dengan produk dan kualitas gizi pangan.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyatakan, tanpa krisis iklim pun pertanian Indonesia tidak akan memiliki air dan irigasi yang memadai. Bahkan, menurutnya, lebih fatal lagi, dalam pengadaan pangan nasional, selama ini pemerintah tidak melibatkan petani, namun hanya melibatkan korporasi.
“Mulai dari pengadaan lahan yang memadai, dalam arti lahan-lahan yang ada melalui reformasi agraria. Reforma agraria menjadi prinsipnya,” kata Muhaimin.
Muhaimin juga menyatakan, petani harus diberi pupuk yang cukup dengan harga yang terjangkau. Potensi pupuk organik juga menjadi salah satu bagian penting agar produksi pertanian makin berkualitas.
“Di sisi lain, kami ingin program perlindungan gagal tanam gara-gara iklim juga kita berikan supaya petani kita aman, merasa aman, dan yakin dengan produksinya,” ujar dia.
Muhaimin Iskandar juga menyoroti, masyarakat adat yang tidak pernah dilibatkan dalam pembangunan di Indonesia.
“Salah satu upaya kita untuk tidak terjadi konflik antara proyek pembangunan nasional, terutama Program Strategis Nasional dengan masyarakat adat, harus punya prinsip, tidak ada satu pun yang ditinggalkan, libatkan masyarakat adat,” kata dia.
Ia menegaskan bahwa dalam menghormati masyarakat adat tidak harus menggunakan pakaian adat setahun sekali, seperti pada perayaan 17 Agustus.
Namun, menurut dia, sikap menghormati masyarakat adat dapat dilakukan dengan memberikan ruang, hak ulayat, hak budaya, hak spiritual dan kewenangan mereka dalam menentukan cara membangun.
Penegasan itu disampaikan dia saat menanggapi pernyataan calon wakil presiden nomor urut tiga Mahfud Md.
Mahfud mendapat pertanyaan terkait kebijakan agraria dan sumber daya alam (SDA) yang seringkali dibuat tanpa persetujuan masyarakat adat, dan akibatnya sejak 2014 terjadi perampasan 8,5 juta hektar wilayah adat, dan mengakibatkan 678 kasus kriminalisasi dan pemiskinan perempuan adat. (*)