TANGSELXPRESS – Isu pemakzulan Presiden RI Joko Widodo yang diangkat aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 makin bergulir kencang. Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, jika ingin usulan itu saja diproses, maka harus disertai bukti yang menyatakan bahwa Jokowi melakukan pelanggaran hukum.
“Untuk pelaksanaan hal tersebut, harus terbukti bahwa kemudian presiden itu melaksanakan pelanggaran hukum dan lain sebagainya,” kata Puan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).
Puan menegaskan, dia tak akan melarang kelompok masyarakat yang ingin melayangkan aspirasi kepada DPR. Hanya, ia mengingatkan sebuah usulan perlu disertai dengan alasan urgensinya.
“Ya aspirasi itu boleh saja diberikan atau disampaikan, namun apa urgensinya. Jadi kita lihat apa urgensi. Namun namanya aspirasi tetap harus kami terima,” ucap Puan.
Sebelumnya, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 mengeluarkan wacana pemakzulan Presiden Jokowi. Hal itu disampaikan ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mahfud sendiri telah menegaskan, dirinya tak memiliki ranah dan kewenangan untuk mengurusi pemakzulan presiden. Ia menegaskan, pemakzulan seorang presiden merupakan ranah partai politik (parpol) dan DPR.
Pernyataan itu, Mahfud lontarkan kembali untuk menjawab pertanyaan sikap dirinya atas usulan pemakzulan yang disampaikan sejumlah aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 saat audiensi di kantor Kemenko Polhukam 9 Januari 2024.
Melalui akun Instagramnya @mohmahfudmd, ia memposting ulang video wawancaranya dengan awak media usai menjamu aktivis Petisi 100 di kantornya, seperti Faizal Asegaf, Marwan Batubara, Rahma Sarita, dan Letnan Jenderal TNI Mar (Purn) Suharto.
Dalam video itu, ia mengaku mendapat usul agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dimakzulkan. Kepada Mahfud, Petisi 100 tak ingin gelaran Pemilu 2024 ada Jokowi.
Merespon itu, Mahfud menegaskan urusan pemakzulan bukan ranahnya Menko Polhukam. “Ada juga mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi. Saya bilang kalau urusan pemakzulan itu kan sudah didengar orang, mereka sudah sampaikan ke beberapa kesempatan, dan itu urusannya parpol dan DPR. Bukan Menkopolhukam,” terang Mahfud dalam video wawancara yang diunggah dan dikutip, Senin (15/1/2024).
Mahfud menerangkan, pemakzulan presiden bisa terjadi bila 1/3 dari jumlah anggota DPR mengusulkan hal tersebut. Kemudian, akan dilakukan sidang pleno.
“Kalau 2/3 hadir sidang pleno, bisa jalan. Kalau 2/3 setuju pemakzulan, bisa diputuskan begitu. Kalau sudah setuju semua, memenuhi syarat, harus dibawa ke MK dulu,” tuturnya.
Kendati demikian, Mahfud meyakini, proses pemakzulan Jokowi itu akan berjalan lama. Setidaknya, ia sangat yakin, proses pemakzulan itu tak bisa selesai sebelum pemungutan suara rampung pada 14 Februari 2024.
“Itu enggak bakalan selesai setahun kalau situasinya begini. Paling tidak, tidak bakal selesai lah sebelum pemilu selesai Itu lama, ada sidang pendahuluan, sidang apa di DPR,” terang Mahfud.
Sementara itu, sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Nusron Wahid percaya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md tak terlibat dalam kisruh isu pemakzulan Presiden RI Joko Widodo.
Dia menilai Mahfud Md, yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi, merupakan seorang ahli hukum tata negara yang pikiran dan perilaku-nya berpijak pada konstitusi.
“Dia selalu berdiri di atas koridor konstitusi, karena isu pemakzulan itu sama saja pengingkaran atas konstitusi, apalagi kalau pemakzulan-nya itu, Presiden tidak terbukti melanggar undang-undang dasar,” kata Nusron menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Selasa.
Nusron menilai Mahfud kemungkinan tak mengetahui kelompok masyarakat yang bertemu dirinya akan meminta pemakzulan Presiden. “Mungkin Pak Mahfud tidak tahu ternyata diskusi-nya akan mengarah pada pemakzulan, saya masih khusnuzon (berbaik sangka, red.) pada Pak Mahfud,” kata Nusron.
Sekretaris TKN itu menilai Mahfud pada akhirnya melanjutkan pertemuan itu karena dia menghormati tamunya. “Pak Mahfud kan santri, kalau santri ada istilah penghormatan tamu,” ujar Nusron.
Terlepas dari itu, Nusron berpendapat mereka yang mengembuskan isu pemakzulan sejati-nya tak siap berdemokrasi. “Isu itu hanya diembuskan oleh orang yang tidak siap demokrasi dan takut kalah dalam pemilu di era demokrasi ini dan takut kehilangan kekuasaan,” tutur Nusron Wahid.