TANGSELXPRESS- Mobilitas penduduk yang tinggi di Indonesia menjadi satu masalah dalam pencatatan tempat tinggal di KTP. Hal tersebut berkaitan dengan sistem pencatatan KTP yang masih berdasarkan asumsi bahwa penduduk bersifat statis.
Sementara itu, berbeda dengan sistem pencatatan identitas pada penduduk Amerika Serikat yang dinilai lebih efektif, efisien dan mampu mengakomodasi mobilitas penduduknya.
Selama tinggal di Amerika Serikat, identitas seorang warga adalah Social Security Number (SSN), sementara jika orang tersebut berpergian ke luar negeri, maka identitasnya adalah dokumen passport.
Dengan menggunakan SSN, data kependudukan terekam secara nasional dan terpadu sehingga sistem mampu mendeteksi siapa saja yang tinggal di negara tersebut, bahkan memantau mobilitasnya.
SSN bisa digunakan untuk semua urusan administratif, seperti di bank, kantor, pemerintahan, sekolah, bahkan untuk urusan pemilihan umum, cukup dengan menunjukkan SSN.
SSN melekat pada negara, sehingga kemanapun warga berpergian, melintas batas negara bagian, dia akan tetap menggunakan nomor identitas yang sama.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut berkomentar mengenai pengalamannya memiliki SSN ketika bersekolah di Amerika Serikat.
Dia mengaku sangat pusing menjadi warga negara Indonesia, terutama dalam hal yang berkaitan dengan administrasi kependudukan. Ia pun membandingkan kemudahan administrasi di AS dan RI. Bahkan saat ia tinggal di AS dan kembali ke Indonesia dan balik lagi ke AS tidak perlu membuat NIK lagi.
“Saya selalu ingat karena saya hidup lama di AS. Waktu saya sekolah di AS, saya diberikan social security number (SSN) sebagai nomor mahasiswa saya. Sampai saya kerja, saya pulang lagi ke Indonesia, kemudian saya balik ke AS lagi karena bekerja di sana, saya harus punya social security number, itu masih sama dengan nomor mahasiswa dan SSN saya, sampai saya kembali lagi,” curhatnya. “Jadi NIK itu unik dan terus dipakai semenjak dia lahir sampai dia meninggal dan tidak perlu setiap kali nanti urusan KTP, nomornya lain,” pungkasnya.
Dr. Phil., Ir. Rino Wicaksono, ST, MArchUD, MURP juga memiliki pengalaman yang sama dengan Menkeu Sri Mulyani. Dia pernah hidup di Amerika ketika mengambil gelar Master of Architecture in Urban Design (MAUD) dan Master of Urban and Regional Planning (MURP). Keduanya dari University of Colorado at Denver (UCD), Amerika Serikat.
Rino sepakat bahwa SSN jauh lebih efektif dan efisien daripada KTP. Bahkan, Caleg DPR RI Partai nomor 5 NasDem dari Dapil Banten III (Kota Tangsel, Kota Tangerang dan Tangerang Kabupaten) dengan nomor urut 4 itu setuju jika negara Indonesia beralih menggunakan sistem SSN.
“Saya setuju kita beralih sistem dari model KTP ke model SSN. Kita bisa berpindah-pindah akomodasi tanpa mengurus KTP lagi. Pada SIM atau driver’s license juga tidak ada alamat rumah. Nama lengkap dan alamat rumah hanya tertera pada tagihan listrik, tagihan kartu kredit, tagihan air dan tagihan gas,” ujarnya.
Menurut Rino, KTP menghambat orang untuk melakukan mobilitas tempat tinggal. KTP juga belum terintegrasi dengan basis data individu secara digital.
Tak hanya itu, mantan Ketua Persatuan Mahasiswa Pelajar Indonesia di Amerika Serikat (PERMIAS) itu juga beranggapan akan terjadi kebocoran data pada KTP. “Sangat tergantung pada security system yang digunakan,” imbuhnya.
Pada masa jelang Pemilu 2024, kebocoran data KTP sangat rentan. Soal ini, menurut Rino, jika yang mengakses data rahasia tersebut hackers maka itu disebut kebocoran.
“Tetapi kalau yang mengakses data rahasia kita adalah pihak yang berwenang dan digunakan untuk hal-hal yang tidak seharusnya, namanya bukan kebocoran, tetapi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,” ujarnya.
Untuk itu, Rino berpendapat penerapan SSN sangat mungkin dilakukan di Indonesia.
“Sangat mungkin. Dimulai dari yang sederhana saja. Yang di-link dengan nomor kita di awal, cukup data pribadi, data pendidikan, data kesehatan, data pekerjaan dan data pelanggaran hukum,” ujar Rino yang juga seorang akademisi, praktisi dan pakar pembangunan wilayah.