TANGSELXPRESS – Kewibawaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi seketika runtuh saat Ketua KPK Firli Bahuri diduga melakukan pemerasan terhadap Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Dr. Phil., Ir. Rino Wicaksono, ST, MArchUD, MURP, Caleg DPR RI Partai NasDem dari Dapil Banten III (Kota Tangsel, Kota Tangerang dan Tangerang Kabupaten) dengan nomor urut 4 mengatakan, hal tersebut menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia tidak berkurang, namun semakin laten.
“Bisa jadi karena hukuman untuk para koruptor terlalu ringan. Para koruptor siap untuk ditangkap dengan kalkulasi mereka sudah mendapatkan banyak uang jarahan yang dapat mereka gunakan untuk berpolitik setelah nanti keluar dari penjara, setelah itu nanti mereka akan korupsi lagi,” kata Rino Wicaksono yang pernah menjadi aktivis dan ketua beberapa organisasi, diantaranya Ketua Keluarga Mahasiswa Teknik Arsitektur, (KMTA) Wiswakharman UGM, Ketua Permias Denver, Ketua PPIA Australia Selatan, Ketua Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) dan President SSEAYP International Indonesia Inc.
Menurut Rino, jumlah uang negara yang dikorupsi harus menjadi dasar bentuk hukuman bagi para koruptor dan keluarga koruptor dan keluarga koruptor yang dengan sadar memanfaatkan uang hasil korupsi tersebut untuk kepentingan pribadi.
Dengan begitu diharapkan para koruptor menjadi takut karena dampaknya tidak hanya kepada dirinya saja, tetapi juga kepada keluarganya.
“Saya menginginkan agar para koruptor yang mencuri uang negara dalam jumlah besar tertentu harus dipecat dari jabatannya, dimasukkan penjara tanpa remisi, ditato tanda koruptor pada tubuhnya, seumur hidup tidak boleh lagi bekerja pada level manajerial, tidak boleh ikut terlibat dalam dunia politik dan dimiskinkan dengan disita semua harta bendanya,” terang Wakil Sekretaris Dewan Pakar Pusat Partai NasDem itu.
Terkait kasus yang menjerat Firli Bahuri, Rino melihat proses rekrutmen Ketua KPK, sejatinya sistem seleksi melalui fit and proper test oleh tim independen yang saat ini diberlakuakan sudah baik.
“Yang menjadi masalah adalah tahapan setelah seleksi, sistem dan budaya kerja kita buruk, sehingga orang baik bisa terpengaruhi atau terpaksa menjadi orang jahat,” kata dosen yang selalu lantang menentang korupsi itu.
Menurutnya, harus ada pemeriksaan berkala (surveillance audit) oleh tim ad hoc jangka pendek yang netral dengan honor yang memadai agar tidak bisa disuap. Tim Ad hoc Auditor tersebut cukup bekerja dua minggu saja, setelah itu dibubarkan, dan tim berikutnya sudah ganti orang lagi, sehingga tidak bisa dipengaruhi oleh sistem yang buruk.
Surveillance auditing tersebut adalah sebagai salah satu cara pencegahan korupsi.
Rino juga menyoroti naiknya jumlah perkara yang ditangani Direktorat Kriminal Khusus Polda Banten. Di kepolisian, tercatat ada 82 kasus perkara yang ditangani seperti kasus korupsi hingga pertambangan. Kasus pertambangan jadi yang paling banyak ditangani, yakni 15 kasus.
Dari jumlah ini, terjadi peningkatan kasus dibandingkan tahun 2022 lalu yang tercatat sebanyak 64 kasus.
Pada 2023 Ditkrimsus juga menangani kasus korupsi sebanyak 12 perkara dengan jumlah tersangka 17 orang. Penanganan perkara di 2023 untuk kasus korupsi juga naik 5 kasus dibandingkan pada 2022. Jumlah kerugiannya, menurutnya, bahkan sampai Rp 69 miliar.
Rino Wicaksono melihat, meningkatnya jumlah kasus ini karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu sistem bisnis yang buruk, aparat yang korup dan juga mentalitas pebisnis yang amoral.
“Hendaknya aparat sipil negara (ASN) di pusat dan daerah serta aparat hukum seperti polisi, hakim dan kejaksaan digaji tinggi dan mendapatkan fasilitas yang memadai, sehingga keluarganya tenang tanpa harus korupsi,” kata Rino Wicaksono.
“Dan apabila aparat yang sudah mendapatkan gaji tinggi dan fasilitas nyaman tersebut terbukti korupsi, berlakukan hukuman yang sangat berat tanpa ada ampunan, dimiskinkan, diumumkan kesemua media sosial serta media mainstream juga tidak boleh ke luar negeri seumur hidupnya,” tambah dia.
Menurut Rino, peraturan perundangan terkait bisnis hendaknya memuat bobot filosofis, sosiologis, teknis dan etis.
Menurut Rino, anggapan penegakan hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas karena sistem koruptor tidak dimiskinkan dan juga masih diberikannya akses kekuasaan melalui politik kepada para mantan koruptor sehingga menghasilkan persepsi dan opini masyarakat seperti itu.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan, Rino menilai pentingnya pendidikan antikorupsi diterapkan di Indonesia.
Sebaiknya, kata dia, pendidikan derajat dan ahklak mulia itu diajarkan sejak kelas satu SD, diantaranya yaitu:
Yang pertama adalah Ketuhanan. Setiap orang harus takut kepada Tuhan. Sadar bahwa kehidupannya akan dimakmurkan oleh Tuhan apabila hidup dengan jujur, toleran dan adil.
“Melindungi, menyayangi dan membantu semua orang tanpa pandang agama, suku dan golongan, serta tidak merusak alam flora dan fauna,” kata Rino.
Yang kedua adalah kualitas hidup. Setiap orang harus berusaha sehat secara jasmani dan rohani serta terus menerus menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupan.
“Bekerja keras dan mampu bekerjasama disertai rasa tanggung jawab dan juga menghormati orang lain,” katanya.