TANGSELXPRESS – Selama tahun 2023, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menerima 307 laporan terkait berbagai kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi yang paling banyak dilaporkan, dengan 49 kasus, diikuti oleh kekerasan seksual.
Kepala UPT P2TP2A Tangsel, Tri Purwanto menjelaskan bahwa jenis kekerasan yang dilaporkan meliputi kekerasan fisik, penelantaran, seksual, dan KDRT. Dari jumlah pelapor, terdapat 78 laporan yang berasal dari anak laki-laki dan didominasi oleh korban kekerasan fisik hingga psikis
“Sedangkan laporan anak perempuan berjumlah 112, dengan kasus pencabulan menjadi yang paling sering dilaporkan dengan jumlah 45. Sementara itu, jenis laporan perempuan dewasa berjumlah 117, dengan KDRT menjadi kasus terbanyak yang dilaporkan, yakni sebanyak 49,” ujar Tri ketika dikonfirmasi, Rabu (27/12).
Tri menjelaskan bahwa, pelaporan dari anak laki-laki cenderung banyak berasal dari lingkungan sekolah, terkait diskriminasi fisik dan terlibat tawuran, sementara jenis laporan anak perempuan memberitahukan banyak peristiwa pencabulan.
“Dalam menangani laporan tersebut, pihak P2TP2A Tangsel kerap mengalami kendala, khususnya terkait keluarga korban. Meskipun P2TP2A berusaha untuk melindungi korban dan mendampingi hingga kasus inkrah, namun seringkali pihak keluarga korban menghentikan laporan dengan berbagai alasan,” jelasnya.
Meski demikian, Tri menegaskan bahwa apabila kasus berujung ke ranah hukum, pihak P2TP2A Tangsel akan memberikan pendampingan dan pembekalan hukum kepada korban.
Namun, pihak P2TP2A Tangsel bukanlah kuasa hukum dan hanya dapat melakukan pendampingan sampai kasus inkrah. Selain itu, P2TP2A Tangsel juga turut mengedukasi korban mengenai hukum dalam proses hukum yang sedang dilakukan,” tegasnya.