TANGSELXPRESS- Debat kedua yang menghadirkan tiga calon wakil Presiden (Cawapres), yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD ternyata berjalan monoton, Jumat (22/12).
Dr. Phil., Ir. Rino Wicaksono, ST, MArchUD, MURP, seorang pakar pembangunan wilayah menilai, para Cawapres justru terjebak dalam diksi yang tidak umum, narasi yang tidak tuntas dan solusi yang tidak kongkret.
Dalam debat yang digelar di JCC itu, Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menanyakan carbon capture and storage, SGIE dan ICOR tanpa menjelaskan kepanjangan dari singkatan tersebut.
Anak sulung Presiden Jokowi itu juga tidak menjelaskan substansi yang dimaksudkan. Sehingga kesannya Gibran tidak mengharapkan jawaban yang substansial, tetapi terasa seperti hanya ingin membuat bingung yang ditanya.
“Saya berharap penanya bisa lebih mengelaborasi pertanyaannya dengan lebih jelas agar bisa terjadi debat yang berkualitas,” kata Caleg DPR RI Partai NasDem dari Dapil Banten III (Kota Tangsel, Kota Tangerang dan Tangerang Kabupaten) dengan nomor urut 4 tersebut.
Rino melihat, penampilan Gibran dalam debat itu cukup mengejutkan. Wali Kota Solo itu telah menunjukkan bahwa dirinya tidak bisa dianggap rèmèh.
Carbon capture and storage atau penangkapan dan penyimpanan karbon adalah suatu proses penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida pada saat kegiatan persiapan bahan bakar fosil maupun dari limbah hasil pembakarannya.
“Biasanya kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon dilakukan pada instalasi pembangkit listrik dan pengolahan gas alam,” kata peraih dua beasiswa luar negeri di Colorado AS dan Australia itu.
Sedangkan SGIE, kata Rino, merupakan singkatan dari State of the Global Islamic Economy (SGIE).
SGIE ini berupa laporan yang diluncurkan Dinar Standard di Dubai, Uni Emirate Arab (UEA) yang mencakup, antara lain sektor keuangan syariah, makanan dan minuman halal, kosmetik halal, farmasi halal, perjalanan ramah untuk muslim, serta media dan rekreasi bertema Islami.
“Laporan tersebut didanai oleh Departemen Ekonomi dan Pariwisata di Dubai. Laporan tersebut digunakan sebagai salah satu referensi untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang serta menyusun strategi untuk berbagai sektor yang terkait dengan syariah dan halal,” kata dosen Institut Teknologi Indonesia (ITI) Kota Tangerang Selatan itu.
Sedangkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan investasi atau kapital baru yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah satu unit output.
Besaran ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan besarnya tambahan output.
Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar ternyata tidak cukup jelas dalam menyampaikan perihal pemerataan pembangunan perkotaan di Indonesia, sehingga kesan yang keluar adalah menolak IKN dan akan membangun 40 kota sebesar DKI Jakarta.
“Padahal menurut hemat saya, yang dimaksudkan Muhaimin adalah proses pembangunan IKN tidak akan sertamerta dihentikan, tetapi akan ditinjau kembali dari segi durasi, pembiayaan dan juga mungkin status. Kemungkinan besar akan tetap diteruskan tetapi dengan mempertimbangkan pemerataan anggaran serta menyempurnakan perangkat investasi,” kata pakar tata kota itu.
Yang dimaksud membangun 40 kota itu, kata Rino, bisa dipastikan bukan membangun kota baru, tetapi melakukan revitalisasi dan percepatan pembangunan 40 kota eksisting yang terpadat di Indonesia.
Sepertinya, Muhaimin menyampaikan hal tersebut karena di awal panelis menyinggung masalah jumlah penduduk kota dan perkotaan yang saat ini sudah mencapai 65 persen dari total penduduk Indonesia dan di tahun 2045 penduduk perkotaan akan lebih dari 70 persen dari total penduduk Indonesia.
“Muhaimim konsisten dengan gagasan keadilan dan kesejahteraan untuk semua wilayah di Indonesia. Dan Muhaimin mengeluarkan diksi baru yang menurut hemat saya menarik, yaitu KAMU (Kredit Anak MUda) dan sleprèt,” kata Rino.
Rino menilai, penampilan Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD sangat konsisten dengan semangat pemberantasan korupsi yang dianggap sebagai akar permasalahan pembangunan di Indonesia, termasuk sektor ekonomi.
“Sayangnya, sampai dengan selesai acara debat tidak tersampaikan cara konkret secara teknis bagaimana cara memerangi korupsi yang dilakukan oleh para pejabat dan para pengusaha kotor,” terang Rino.
Para Cawapres menyampaikan berbagai gagasan bagus untuk revitalisasi, pembangunan dan pengembangan, yang semuanya bersifat spending.
“Yang kita tunggu-tunggu adalah berbagai program inovatif yang bersifat earnings atau commercially productive,” katanya.
Mahfud menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi akan mampu menaikkan pendapatan negara, dan semua cawapres sepakat bahwa APBN Indonesia tidak boleh tergantung sangat besar pada penerimaan dari pajak.
“Harus banyak kegiatan produktif yang dapat memberikan pemasukan pada negara, salah satunya adalah hilirissi industri, baik untuk mineral, pertanian juga kelautan,” kata alumnus Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu. (*)







