TAK bisa dipungkiri, Pilpres 2024 meninggalkan banyak jejak keprihatinan. Diawali dengan akrobat Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinahkodai Anwar Usman, membuka pintu masuk bagi Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) 2024, pada medio Oktober 2023.
Berikutnya, serangkaian aksi pencopotan sejumlah alat peraga kampanye (APK) salah satu Paslon (Pasangan Calon), yakni Ganjar-Mahfud MD di sejumlah wilayah, oleh aparatur Satpol PP. Dimulai dari Bali, Sumatera Utara dan Banten selama periode Oktober-Desember 2023. Itu yang tercatat.
Lalu, muncul deklarasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang dihadiri langsung oleh Gibran pada Kamis, 9 November 2023. Delapan asosiasi kepala desa, termasuk Apdesi, DPN PPDI (Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia), serta Abpednas (Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional), yang tergabung dalam Desa Bersatu, menggelar Silaturahmi Nasional Desa Bersatu di ruangan Indoor Multifunction Stadium, Gelora Bung Karno, Jakarta.
Anehnya, acara itu justru dihadiri para elite partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung paslon nomor urut dua, Prabowo-Gibran. Akibatnya, Bawaslu DKI Jakarta memberikan sanksi peringatan kepada Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) dan 7 organisasi desa lainnya dan dinyatakan telah melanggar netralitas Pilpres 2024.
Tak berhenti sampai di situ. Gibran tiba-tiba muncul di acara Car Free Day (CFD), di Jalan M.H. Thamrin atau Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu, 3 Desember 2023 pagi. Gibran membagi-bagikan susu kepada masyarakat. Tampak, sejumlah selebritis seperti Uya Kuya, Sigit Purnomo Said Samsudin atau Pasha Ungu serta pihak Tim Kampanye Nasional (TKN) Rahayu Saraswati juga ikut membantu Gibran membagikan kotak susu.
Mereka membagikan kotak susu dari depan Hotel Grand Hyat kemudian berjalan menyusuri bundaran HI. Atas kegiatan itu, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo mengatakan acara tersebut berpotensi ada dugaan pelanggaran Pemilu.
Selanjutnya, seolah lupa kalau dirinya sebagai Cawapres di Pilpres 2024, dalam Debat Capres Perdana pada Selasa, 12 Desember 2023 di KPU, Gibran tampak bersorak memprovokasi penonton. Tingkah lucunya itu dinilai sebagai sikap kekanak-kanakkan yang tidak menunjukkan kedewasaan.
Atas tindakannya itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat menegur Gibran karena menunjukkan gerakan isyarat atau gestur bersorak saat debat berlangsung. “Ini (perilaku Gibran) yang tidak boleh dan kami tegur,” kata Ketua KPU Hasyim Asy’ari di Jakarta, Kamis, 14 Desember 2023.
Selain memberi teguran kepada Gibran sebagai peserta Pilpres 2024, KPU juga menjadikan hal itu sebagai bahan evaluasi untuk pelaksanaan debat berikutnya. “Saat evaluasi dan rapat persiapan debat selanjutnya, kami sampaikan,” ujar Hasyim.
Terakhir, dalam lawatannya ke IKN, Minggu, 17 Desember 2023, Gibran kembali menuai sorotan. Saat sesi tanya jawab dengan siswa SMK, Gibran dinilai memberikan jawaban konyol dan di luar nalar. Lucunya, Gibran seolah sadar dengan kesalahan-kesalahan sebelumnya sehingga terlihat menghindar bahkan menolak menggunakan pengeras suara atau mickropon.
Dari rentetan langkah blunder Sang Cawapres tersebut, masih adakah setitik harapan yang disematkan masyarakat kepada dirinya? Sosok yang masuk Gelanggang Pilpres tidak melalui jalur dan etika yang semestinya, sampai-sampai Sang Paman, Anwar Usman, yang membuka jalannya harus diberhentikan dari jabatannya melalui Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Selasa, 7 November 2023.
Juga, jangan sampai Gibran, yang notabene anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat espektasi lebih dari masyarakat. Sementara, dirinya tidak mampu menanggung beban dari ekspetasi seberat itu. Lain Gibran, lain Jokowi. Pada kasus inilah, ternyata perumpamaan “Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya” dan “Like Father Like Son” sungguh tidak berlaku.
Sebagai Cawapres Nekat yang menyiasati konstitusi ditambah lagi karena memang tidak memiliki kapasitas, baik secara intelektual maupun behaviour elit, Gibran dipastikan akan terus melakukan langkah blunder. Gibran dengan pembawaannya yang kaku alias tidak luwes, sedikit pongah dan mudah terpancing emosi, menunjukkan dirinya belum matang di kancah politik nasional.
Dia harus lebih banyak belajar dari para senior agar tidak mengulangi lagi langkah-langkah blundernya. Dan sudah bisa dipastikan, ke depan kita akan lebih banyak menyaksikan keblunderan-keblunderan Gibran lainnya.
Selain perbedaan, ternyata ada kesamaan di antara Jokowi dan Gibran. Yakni sama-sama Pengasong Politik Dinasti. Dimana, yang satu berperan sebagai pendorong (aktor, Jokowi) dan satunya lagi yang didorong (figuran, Gibran). Selain itu, ada nama figuran lain yang sedang menunggu antrian, yakni Kaesang, yang digadang-gadang bakal menjadi Bakal Calon Gubernur Jawa Tengah. Lalu, figuran lainnya adalah Sang Menantu, Bobby Nasution.
Kenapa mereka; Gibran, Kaesang dan Bobby disebut figuran? Karena faktanya kehadiran mereka di kancah politik praktis bukan karena kemampuan sendiri. Bukan karena dari usaha mereka sendiri. Apalagi karena sebuah prestasi yang mereka toreh. Bukan! Tapi karena karbitan, diorbit langsung oleh Jokowi yang kebetulan masih menjabat sebagai Presiden Indonesia, berikut dengan para innercircle Jokowi. Sehingga Jokowi menggunakan kekuasaannya untuk memuluskan ambisi Politik Dinastinya.
Sepertinya, kita sudah cukup memberikan keleluasaan untuk Jokowi dan keluarganya memainkan Politik Dinasti di negeri ini, yang sudah merusak tatanan dan nilai-nilai demokrasi. Dan sebagai sebuah bangsa, kita harus bergandengan tangan, saling berangkulan demi menjaga bangsa dan negara ini dari kerusakan demokrasi yang lebih parah.
Perkuat Barisan… Jaga Ibu Pertiwi dari Kaum-Kaum Komprador dan Mereka yang Haus Kekuasaan. Saatnya yang Memiliki Integritas dan Amanah yang Memimpin Negeri Ini…
Vox Populi Vox Dei!!!
Ditulis Oleh: Nuryaman “Berry” Hariyanto
Aktivis 98