KEDATANGAN masyarakat Rohingya bukan hanya terjadi saat ini. Kedatangan masyarakat ini terjadi dalam beberapa gelombang. Gelombang pertama dimulai pada tahun 2015 dan didukung oleh para nelayan di Aceh. Mereka mendapat makanan yang cukup dan ditempatkan di tempat penampungan yang disediakan oleh pemerintah Aceh atas dasar kemanusiaan.
Pada tahun 2015, 182 warga etnis Rohingya dilaporkan telah dievakuasi dari tempat penampungan. Mereka pun mulai berinteraksi dengan masyarakat Aceh. Yang terjadi adalah pengungsi Rohingya kembali ke Aceh dalam jumlah besar, menggunakan enam perahu.
Kedatangan para pengungsi ini mendapat penolakan dari penduduk lokal dan banyak masyarakat Indonesia. Warga setempat menuding para pengungsi sering menimbulkan masalah setibanya di darat, seperti kabur dari kamp atau mengeluh saat diberi makanan.
Maimun Fikri, warga Provinsi Bireun yang kini tinggal di Banda Aceh, juga mengatakan, penolakan terhadap pengungsi Rohingya karena sikap para pengungsi yang tidak lagi mensyukuri apa yang telah diberikan penduduk kepada mereka.
Di masa lalu, masyarakat Bireun menyambut kedatangan pengungsi Rohingya dengan mengadakan kenduri (perjamuan), memberi mereka pakaian yang pantas, dan menunjukkan rasa kasih sayang.
Maimun mengakui kehadiran pengungsi Rohingya di Aceh, terutama oleh pemerintah setempat. Tanah diberikan kepada mereka, mereka terang-terangan menolaknya hak khusus.
“Ini dibuat seolah-olah agen sengaja membawa mereka ke sini. Sekarang tugas pemerintah untuk memutus rantai ini,” kata Viraa Ramadhani.
Ia sudah lama menolak pengungsi Rohingya di Aceh. Namun untuk saat ini, dia yakin para pengungsi bisa tinggal atas dasar kemanusiaan.
“Jika Anda tinggal di sini, Anda tidak setuju. Tetapi jika Anda memberi mereka waktu beberapa hari, tidak apa-apa. Memalukan melihatnya,” kata Vira Ramadhani.
Wanita tersebut mengatakan, warga Aceh mengancam akan menggelar demonstrasi besar-besaran jika pemerintah setempat mengizinkannya tinggal. Hingga seminggu (mereka boleh tinggal).
“Kalau pemerintah mengizinkan warga Rohingya tinggal di Aceh, kami akan berdemonstrasi. Jadi, kami akan memberi mereka waktu untuk mengusir Rohingya jika sudah selesai.” Serangkaian penolakan Sikap pengungsi Rohingya terlihat jelas.
Kapal-kapal yang membawa pengungsi berusaha berlabuh di beberapa pantai di Aceh. Secara terpisah, pemerintah telah menanggapi kejadian ini, dan Presiden juga telah menanggapi isu hangat ini.
“Kami menerima laporan peningkatan jumlah pengungsi Rohingya yang memasuki wilayah Indonesia, khususnya provinsi Aceh. Ada dugaan kuat bahwa jaringan kriminal terkait perdagangan manusia hadir dalam arus pengungsi ini. Indonesia Pemerintah akan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal, mengambil tindakan tegas terhadap pelaku TPPO, dan memberikan bantuan kemanusiaan sementara kepada para pengungsi.
Presiden Jokowi mengatakan: “Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini. Kami akan terus bekerja sama dengan organisasi internasional.”
Pemerintah harus segera mengatasi kejadian ini. Jika dibiarkan, Indonesia akan dipandang rendah oleh negara lain karena mudahnya orang asing masuk ke wilayah perairan Indonesia.
Alasan terjadinya gelombang kedatangan Rohingya ini erat kaitannya dengan fakta bahwa warga Rohingya berada di Indonesia dan telah memberitahukan kerabat dan keluarganya bahwa mereka harus datang ke Indonesia dengan menggunakan perahu. Banyak kelompok etnis Rohingya juga menggunakan simbol-simbol Muslim untuk mendapatkan simpati dari masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.
Terkait isu ini, terdapat dugaan kuat bahwa warga Rohingya diangkut secara sistematis menggunakan perahu dengan dukungan mafia. Mafia merupakan kelompok etnis Rohingya yang sudah lama tinggal di Aceh. Mereka mendapat untung besar. Kedatangan etnis Rohingya di Indonesia saat ini bukanlah sebuah kekhawatiran bagi Indonesia. Indonesia tidak boleh memperlakukan masyarakat Rohingya sebagai pengungsi dan harus menuntut agar Indonesia tidak menyetujui Konvensi Pengungsi 1951.
Konvensi ini berisi perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi dan menetapkan hak individu atas suaka dan tanggung jawab negara untuk memberikan suaka. Jika masyarakat Rohingya ingin diperlakukan sebagai pengungsi, hal tersebut merupakan urusan UNHCR dan Indonesia hanya akan memberikan bantuan yang memadai dan bersifat sementara.
Dalam hal ini, pemerintah khususnya Provinsi Aceh harus segera melakukan intervensi dilapangan. Kita tidak boleh membiarkan kemarahan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, mengambil tindakan sendiri. Ketika hal ini terjadi dan terjadi kekerasan, maka terjadilah aktivitas kriminal.
Penulis:
Shalvino Jassya
Mahasiswa Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah