BARU-BARU ini, DPR Indonesia mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) atas perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. UU ini sangat berpengaruh besar dalam pengisian jabatan di TNI dan Polri.
Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas, UU ASN memungkinkan pegawai ASN untuk menduduki posisi kedua lembaga tersebut dengan prinsip saling memberi kesempatan.
Sebelumnya, anggota TNI bisa menempati posisi di ASN, akan tetapi pegawai ASN tidak punya kesempatan yang sama di TNI dan Polri. Kesenjangan ini menjadi perhatian lama, dan UU ASN yang baru mengatasinya dengan memberi peluang yang lebih besar bagi pegawai ASN.
UU ASN yang mengatur ketentuan-ketentuan pengisian jabatan ASN di TNI dan Polri terdapat dalam Pasal 20 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pegaiwai ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan TNI dan Polri sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan”.
Pada Pasal 20 ayat (1) ini memberikan peluang untuk memperkuat Kerjasama antar lembaga Pemerintah, yang dapat meningkatkan efesiensi melalui pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan spesialisasi di berbagai bidang.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan beberapa negara Eropa telah mengadopsi kebijakan yang memungkinkan pegawai sipil atau pemerintah untuk memiliki pengalaman ganda antara sektor pemerintah dan militer. Di Amerika Serikat, contohnya, terdapat aturan dan program yang memfasilitasi pertukaran atau rotasi antara pegawai pemerintah sipil dan militer untuk memperluas wawasan serta meningkatkan efisiensi.
Dengan adanya kesempatan bagi ASN untuk menempati posisi di TNI dan Polri sesuai dengan kompetensi, hal ini dapat menciptakan keseimbangan serta kesetaraan di antara ASN, prajurit TNI, dan Polri.
Keseteraan itu dalam hal pengembangan karir berdasarkan pada meritokrasi atau sistem pencapaian berdasarkan kemampuan dan prestasi yang objektif, serta pengetahuan dalam penanganan berbagai tantangan keamanan yang semakin kompleks, menjadikan kerjasama antar lembaga sebagai landasan profesionalisme yang solid.
Potensi Konflik Kepentingan
Namun, di tengah peluang besar bagi pegawai ASN untuk menempati jabatan di TNI dan Polri, ada berbagai potensi konflik kepentingan juga muncul seiring dengan jabatan ganda tersebut:
Dualitas Loyati: Dualitas loyati ini merujuk pada situasi di mana seorang ASN memiliki jabatan ganda keterikatan atau keterlibatan dengan dua institusi yang berbeda, seperti ASN yang menjabat di lingkungan pemerintahan (ASN) dan juga memiliki jabatan di lingkungan TNI atau Polri.
Pengaruh Perspektif: Keterlibatan dalam dua lingkungan yang berbeda ini dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap masalah tertentu, memunculkan kecenderungan untuk memihak salah satu institusi atas yang lain.
Pemahaman terhadap peraturan yang mengatur jabatan ganda ASN di lingkungan TNI atau Polri ini menjadi esensial dalam konteks penerapan kebijakan publik yang tidak hanya menjamin kepatuhan hukum, tetapi juga mendorong implementasi yang lebih efektif, transparan, dan responsif terhadap dinamika yang terjadi dalam praktik pelaksanan tugas ASN.
Strategi meminimalkan resiko konflik kepentingan
Pertama, penting untuk membangun fondasi yang kokoh dengan merumuskan kode etik yang jelas dan pedoman perilaku yang spesifik bagi ASN yang menjabat di kedua lingkungan. Fokus pada penilaian diri, integritas, dan netralitas dalam pengambilan keputusan menjadi pijakan penting dalam pedoman ini.
Kedua, penyediaan pelatihan dan sosialisasi secara berkala mengenai etika, konflik kepentingan, dan integritas kepada para pegawai ASN yang memiliki jabatan ganda merupakan upaya penting untuk memperkuat pemahaman serta kesadaran akan masalah ini.
Ketiga, Transparansi dalam setiap langkah yang diambil oleh ASN yang memiliki jabatan ganda menjadi kunci. Membangun mekanisme pelaporan terbuka untuk situasi yang berpotensi menciptakan konflik kepentingan akan membantu mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan akuntabilitas.
Dengan penerapan strategi-strategi ini, diharapkan manajemen konflik kepentingan pada penempatan ASN di lingkungan TNI atau Polri dapat dilakukan secara lebih efektif.
Kesimpulan
Undang-undang ASN yang baru di Indonesia membuka peluang bagi pegawai ASN untuk menempati jabatan di TNI dan Polri, mengurangi kesenjangan yang ada sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memanfaatkan sumber daya manusia yang berkualitas di berbagai lembaga pemerintahan. Namun, kesempatan ini juga membawa potensi konflik kepentingan seperti dualitas loyalitas dan pengaruh perspektif yang perlu diatasi.
Untuk mengelola risiko konflik kepentingan, pentingnya:
1. Memiliki kode etik yang jelas dan pedoman perilaku yang spesifik bagi ASN yang menjabat di kedua lingkungan.
2. Melakukan pelatihan dan sosialisasi berkala terkait etika, konflik kepentingan, dan integritas kepada pegawai yang memiliki jabatan ganda.
3. Menerapkan transparansi dalam setiap langkah yang diambil oleh ASN yang memiliki jabatan ganda serta membangun mekanisme pelaporan terbuka.
Dengan penerapan strategi-strategi tersebut, diharapkan manajemen konflik kepentingan pada penempatan ASN di lingkungan TNI atau Polri dapat dilakukan secara lebih efektif, menjaga integritas, dan meningkatkan kualitas kerja di berbagai lembaga pemerintahan.
Penulis:
Dina Octavia
Universitas Pamulang Prodi Ilmu Hukum
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.