TANGSELXPRESS – Beredar kabar bahwa rumah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tengah digeledah oleh pihak kepolisian. Hal tersebut menyusul adanya aduan masyarakat atas dugaan kasus pemerasan yang dilakukan oleh Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait penanganan perkara korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan agar aparat kepolisian untuk berhati-hati dalam menindak aduan masyarakat perihal kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Tak hanya itu, Johanis juga meminta agar pihak kepolisian cermat dalam menegakkan hukum.
“Perlu dipahami, pimpinan di KPK itu ada 5 orang, kalau kemudian penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Pimpinan KPK sebagai tersangka Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), berarti 5 orang Pimpinan KPK tersangka Tipikor. Saya kira dalam menegakkan hukum itu harus teliti dan cermat dalam menangani perkara pidana,” kata Johanis seperti dikutip, Senin (9/10).
Sebelumnya, Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya segera menentukan tersangka dalam kasus pemerasan yang diduga dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan, pencarian pihak yang bertanggung jawab dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL dilakukan setelah status perkara tersebut naik dari penyelidikan ke penyidikan.
“Selanjutnya akan diterbitkan Sprint (Surat Perintah) penyidikan untuk lakukan serangkaian tindakan penyidikan menurut cara yang diatur undang-undang guna mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya,” ujar Ade di Polda Metro Jaya, Sabtu (7/10/2023).
Ade mengatakan, dalam kasus ini pihaknya menggunakan tiga pasal yakni Pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf B, atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 65 KUHP.
“Untuk naik ke tahap penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasannya membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau sesuatu bagi dirinya sendiri,” kata Ade.
“Atau penerimaan gratifikasi, yaitu setiap gratifikasi pegawai negeri dianggap pemberian suap apabila berhubungan jabatannya dan, atau pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya,” tambahnya.