TANGSELXPRESS- Kisah ini diceritakan sebut saja namanya Raka, mahasiswa pertanian di sebuah kampus di kota hujan. Pengalaman horor yang dialami Raka terjadi tak hanya sekali, namun berkali-kali di sebuah rumah yang sama, persis di seberang kosan yang Raka huni.
Raka ngekos di sebuah rumah berisikan lima kamar. Ada sekitar delapan penghuni termasuk Raka yang tinggal di kosan tersebut. Namun, anehnya, dari delapan orang itu, hanya Raka yang mengalami kejadian horor di rumah seberang kosan.
Berawal dari hari pertama kedatangannya di rumah kos, Raka disambut dengan perkenalan misterius. Hari itu, Raka baru tiba sekitar jelang maghrib. Raka merupakan anak perantauan datang dari Pulau Kalimantan. Pesawatnya sempat delay, sehingga dia baru sampai di Bogor jelang malam tiba.
Baru saja hendak membuka pintu pagar, tiba-tiba Raka dikejutkan dengan suara anak kecil memanggil-manggil namanya.
“Om Raka… om Raka…,” sahut anak kecil itu, yang tiba-tiba berdiri persis di belakang Raka.
“Oh, kamu siapa? Kok tahu nama aku?” tanya Raka heran.
“Salam kenal ya Om. Aku tinggal di rumah depan,” ucap si anak itu.
Sekejap Raka memalingkan tubuhnya masuk ke pagar rumah kos, lalu menjawab sapaan si anak itu.
“Salam kenal juga, yuk ikut masuk dulu…,” ucap Raka sambil membalikkan tubuhnya mencari si anak itu.
Raka kaget. Anak itu tiba-tiba sudah tak ada di belakangnya.
Tak ada yang aneh bagi Raka di hari itu. Dia merasa anak tersebut sekadar iseng menyapa lalu buru-buru pulang ke rumahnya.
Hari demi hari berlalu. Tepat seminggu setelah pertemuan perdana Raka dan si anak itu, kejadian aneh kembali muncul. Raka dikejutkan dengan suara ketukan di jendela kamarnya yang tepat menghadap rumah tua, yang Raka percaya merupakan rumah si anak itu.
Tok…tok…tok…
“Om Raka… Om Raka…,” suara anak kecil yang sama saat Raka kali pertama datang ke rumah kosan.
Raka segera bangkit dari kasurnya, lalu mendekati jendela kamar. Dibukanya gorden, terlihat wajah si anak kecil tersebut.
“Ada apa?” tanya Raka.
“Main yuk Om,” ucap si anak itu.
“Hah? Ini sudah jam 9 malam lebih, kamu nanti dicariin orangtua kamu. Besok aja ya,” jawab Raka.
Si anak tak menjawab. Dia lalu pergi meninggalkan rumah kos Raka dan terlihat menyeberang lalu menghilang. Raka nggak curiga dan merasa ada hal aneh, dia pun tak terlalu memperhatikan arah pulang si anak itu.
Hari kembali berlalu. Hampir tiap minggu, Raka “diteror” anak tersebut. Lagi-lagi, anak itu mengajak Raka bermain. Dan selalu ada kalimat awal, tolong aku Om.
Merasa mulai terganggu dengan ulah si anak itu. Raka pun bercerita dengan teman kosnya. Namun, Raka sungguh kaget ketika teman kosnya cerita bahwa rumah tua di seberang rumah kos itu sudah 10 tahun lebih tak berpenghuni.
“Lo jangan ngayal Ka. Ada-ada aja sih. Mana ada anak kecil di rumah itu, sudah lama kosong itu. Kalo nggak percaya tanya Mang Ujang tuh, dia dah puluhan tahun tinggal di sini,” ucap Aldi.
“Gue serius, anak itu ada wujudnya. Gue lihat jelas dengan mata kepala gue nih, Al. Nanti deh, setelah Mang Ujang balik dari Sukabumi, gue tanyain ya. Atau apa besok gue coba datangi rumah itu ya?” papar Raka sambil mengarahkan tubuhnya ke jendela rumah sambil menatap rumah tua di seberang.
Keesokan harinya, pagi itu Raka berniat mendatangi rumah tua itu. Namun, tiba-tiba dia mendapat kabar ada perubahan jadwal kuliah pagi itu.
“Ah sudahlah, pulang kuliah aja deh aku mampir ke rumah itu,” batin Raka.
Hari itu, Raka baru keluar dari kampusnya pukul 17.30 WIB. Tak jauh perjalanan Raka dari kampus untuk sampai di kosan. Cukup 15 menit dengan sepeda motor. Sesampainya di rumah kos, sudah jelang waktu maghrib maka Raka memutuskan untuk sholat maghrib terlebih dahulu, sebelum ke rumah tua.
Pukul menunjukkan jam 7 malam lewat 10 menit. Raka keluar dari rumah kos dan menyeberang menuju rumah tua itu. Dari luar, rumah itu tampak suram, hanya ada lampu kecil di teras rumah sebagai penerang.
“Assalamu alaikum… selamat malam… halo,” ucap Raka tanpa rasa curiga.
Raka terus mengetok pintu sambil meneriakkan salam. Ketiga kalinya, Raka agak mengencangkan suaranya. Namun, pintu tak juga terbuka. Tak ada suara sahutan dari dalam rumah.
Raka memutuskan kembali ke kos. Dia merasa biasa saja. Dia belum menemukan hal-hal yang aneh dari rumah itu.
Malam itu, keanehan pun mulai dirasakan Raka. Teror anak kecil itu kembali datang. Bukan dalam bentuk nyata namun dia hadir dalam mimpi Raka.
“Duh, kok nggak bisa tidur gini ya? Dah jam 1 tengah malam gini pula. Mana besok kuliah pagi,” Raka berucap seorang diri sambil membolak-balikkan badannya yang tengah terbaring di atas kasur.
Lambat laun, mata Raka pun terpejam. Anak kecil itu hadir dalam mimpinya. Anak itu memanggil-manggil Raka dari balik jendela kamarnya. Wujudnya, pucat pasi, tubuhnya penuh luka memar, matanya lebam, dan darah mengalir dari lubang hidungnya.
“Tolong om… tolong om… tolong Raka om… tolong Raka om…,” anak kecil itu terus memanggil Raka sambil menangis.
Raka berusaha membuka jendela, namun tak bisa terbuka. Anak kecil itu terus berteriak.
“Om Raka… tolong Raka… ini Raka om… tolong Raka”.
Wajah anak kecil itu masih menempel di kaca jendela kamar Raka. Raka mulai panik dan ketakutan, hingga akhirnya terbangun dari mimpinya.
Keesokan paginya, Raka menceritakan kejadian ini kepada Mang Ujang, penunggu rumah kos. Dari Mang Ujang, barulah Raka tahu cerita sebenarnya tentang rumah tua itu.
“Rumah itu sudah hampir 10 tahun kosong. Dulu, ada kejadian mengenaskan dari rumah itu. Ada anak kecil bernama Raka, usianya kira-kira 10 tahun ditemukan meninggal dalam kondisi mengenaskan. Dia menjadi korban penganiayaan ayah tirinya,” cerita Mang Ujang.
Raka terdiam. Kenapa dia yang didatangi anak itu. Apa karena nama mereka sama?