INDONESIA sebagai bangsa yang kaya akan potensi alam dan keberagaman budaya, masih terus menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam era persaingan global yang semakin ketat, peran Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi faktor penentu bagi kemajuan dan keberhasilan negara ini.
Presiden Joko Widodo pun telah menegaskan komitmen penuh untuk mengutamakan pembangunan SDM sebagai prioritas utama, dengan tujuan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berarti, mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat, dan menempatkan Indonesia sebagai pemain utama di panggung dunia (Sugiarto, 2019).
Namun, tantangan nyata menghadang, dan perlu pertanyaan yang tajam: Apakah revolusi SDM benar-benar menjadi kunci jawaban untuk masa depan ekonomi yang gemilang, dan bagaimana cara mengoptimalkannya untuk mengubah takdir bangsa ini?
SDM, Mesin Penggerak Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Terbantahkan
Menurut teori modal manusia modern, dampak kualitas sumber daya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dilihat melalui dua faktor utama: peningkatan produksi melalui produktivitas tenaga kerja, dan kontribusinya pada keunggulan kompetitif melalui inovasi dan difusi teknologi (Pelinescu, 2015).
Pembelajaran dari Negara-Negara Maju
Belajar dari negara-negara maju seperti Jepang dan Belanda dengan PDB per kapita yang tinggi, pembangunan ekonomi mereka dikaitkan dengan kemampuan sumber daya manusianya. Negara-negara ini menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan sangat bergantung pada komponen manusia, dimana tenaga kerja berkualitas yang dibekali pengetahuan dan penguasaan teknologi berperan penting dalam peningkatan produktivitas (Saleh et al., 2020).
Sebagai gambaran yang lebih dekat, ada baiknya membandingkan kondisi Indonesia dengan negara tetangga – Singapura. Dengan sumber daya yang begitu terbatas dibandingkan Indonesia, Singapura telah mampu mengukir namanya sebagai negara maju dengan pendapatan nasional bruto US$54.530 per kapita pada tahun 2017.
Kunci keberhasilan Singapura tidak lain adalah sumber daya manusianya; dalam Indeks Sumber Daya Manusia Bank Dunia terbaru, Singapura menempati peringkat negara terbaik di dunia dalam pengembangan sumber daya manusia (Bank Dunia, 2023). Singapura terbukti unggul dari Indonesia dalam hal pengembangan SDM: mencapai daya saing ke-13, jauh diatas Indonesia yang berada di peringkat 45 dari 63 negara pada tahun 2018 (Sugiarto, 2019).
Target Ekonomi, Target Produktivitas
Sebagai ekonomi terbesar ke-16 di dunia, masa depan perekonomian Indonesia sangat menjanjikan, dengan potensi menempat posisi ketujuh pada tahun 2030. Namun, Indonesia berada di titik kritis. Perekonomian Indonesia dihadapkan pada krisis produktivitas, yang menjadi tantangan utama negara ini untuk keluar dari middle income trap dan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Berdasarkan data yang disajikan Oberman et al. (2012) dalam laporan McKinsey, untuk mencapai target pemerintah sebesar 7% pertumbuhan PDB tahunan, diperlukan peningkatan pertumbuhan produktivitas sebesar 60% dari tingkat yang dicapai dari tahun 2000 – 2010, menunjukkan urgensi revolusi pengembangan sumber daya manusia untuk mencapai target ekonomi yang diinginkan.
Maka, jelaslah peranan kualitas sumber daya manusia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah: dimana posisi SDM Indonesia, dan bagaimana cara untuk meningkatkan kualitasnya?
Profil SDM Indonesia: Antara Potensi dan Tantangan
Pengangguran dan Angkatan Kerja Muda
Meskipun jumlah Penduduk Usia Kerja (PUK) mencapai 205,36 juta orang, pertumbuhan ekonomi tidak dapat diandalkan semata dari potensi besar ini. Angka pengangguran terbuka yang mencapai 6,26 persen menunjukkan rendahnya ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian dan kualifikasi angkatan kerja (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2021).
Isu pengangguran ini terutama relevan dengan angkatan kerja muda (15-24 tahun), dengan tingkat partisipasi angkatan kerja yang hanya mencapai 48,07%. Jumlah pengangguran terbuka muda mencapai 43,70% dari total pengangguran terbuka.
Kondisi ini mencerminkan kesulitan bagi generasi muda dalam mencari peluang kerja yang layak, sehingga potensi besar dari jumlah angkatan kerja muda tidak dapat dimaksimalkan secara efektif (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2021).
Hal ini menjadi masalah krusial dengan peranan penting generasi muda sebagai agen perubahan dan inovasi dalam mencapai Indonesia Emas 2045 melalui partisipasi aktif mereka, terutama sebagai angkatan kerja muda. Angkatan kerja muda ini akan menjadi tombak dalam mengoptimalkan bonus demografi pada Indonesia Emas 2045. Tanpa mempersiapkan mereka untuk mampu berpartisipasi aktif, bonus demografi tidak akan berarti apa-apa.
Pendidikan Rendah, Pendapatan dan Produktivitas Rendah
Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan menjadi isu serius yang perlu diatasi. Data menunjukkan mayoritas angkatan kerja berpendidikan rendah atau hanya lulus SMP, dengan persentase yang mencapai 36,61%. Fakta ini mempengaruhi tingkat pendapatan yang terus-menerus rendah. Hal ini terlihat dari data bahwa pekerja tamatan SD mendapatkan rata-rata pendapatan Rp 1,9 juta per bulan, jauh dibawah tamatan universitas dengan pendapatan Rp 4,7 juta per bulan (Fadilah, 2022).
Rendahnya pendidikan juga berbanding lurus dengan rendahnya produktivitas SDM di Indonesia. Pendidikan adalah pilar penting untuk meningkatkan produktivitas. Melalui pendidikan, terjadi akumulasi pengetahuan dan keterampilan teknis serta kognitif, yang merupakan faktor penting dalam meningkatkan produktivitas (Adam, 2017).
Profil SDM Indonesia menggarisbawahi perlunya perhatian serius terhadap investasi dalam mendorong partisipasi angkatan kerja muda dan peningkatan pendidikan. Langkah yang terintegrasi dan inovatif perlu diambil sesegera mungkin untuk mengoptimalkan kualitas SDM Indonesia dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.
Menuju Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan: Agenda Penguatan SDM Indonesia
Mendorong Partisipasi Angkatan Kerja Muda melalui Kewirausahaan
Salah satu cara meningkatkan partisipasi angkatan kerja muda adalah melalui kewirausahaan, yang dapat diadopsi melalui beberapa langkah.
Pertama, pemerintah dan lembaga terkait harus menyediakan dukungan keuangan, pelatihan, dan bimbingan bagi para wiraswastawan muda untuk mengatasi hambatan sumber daya dan pengalaman. Kedua, sektor swasta dapat berperan dengan memberikan kesempatan kerja atau kerjasama bisnis kepada usaha yang dimiliki oleh kaum muda. Ketiga, lembaga non-pemerintah dan masyarakat lokal dapat memberikan mentoring dan akses jaringan kerja untuk membantu mengembangkan usaha. Dengan upaya kolaboratif ini, kewirausahaan dapat menjadi alternatif yang efektif untuk mengurangi tingkat pengangguran di kalangan muda dan mendorong partisipasi mereka dalam dunia tenaga kerja (Kantor Perburuhan Internasional, 2004).
Kini, pemerintah Indonesia juga telah mengupayakan dukungan bagi kewirausahaan pada generasi muda. Para pengusaha muda dapat menggunakan KUR Super Mikro dengan batas kredit hingga 10 juta rupiah untuk mendukung usaha UMKM, dengan suku bunga 3%.
Jika usahanya berkembang, mereka bisa beralih ke KUR Reguler, dan akhirnya mendapatkan pembiayaan melalui kredit komersial (Limanseto, 2023). Dengan langkah ini, diharapkan tingkat pengangguran dapat menurun dengan kemampuan wirausahawan muda untuk menciptakan lahan kerja baru bagi mereka dan masyarakat sekitar – mencapai target Indonesia Emas 2045 dengan efektif.
Penulis:
Anisa Septiani
Mahasiswi Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.