SEBUAH laboratorium riset kecerdasan buatan (AI/Artificial Intelligence) bernama OpenAI di Amerika Serikat telah merilis aplikasi chatbot yang dinamakan ChatGPT pada bulan November 2022.
ChatGPT OpenAI merupakan teknologi mesin berbasis kecerdasan buatan yang dilatih untuk bisa menirukan percakapan manusia menggunakan teknologi NLP (Natural Language Processing.
Yang membuat banyak pihak terkesima adalah jawaban yang diberikan oleh ChatGPT terlihat terstruktur dengan baik, hubungan antar kata atau kalimatnya koheren dan akurasinya cukup baik serta mampu mengingat percakapan-percakapan sebelumnya.
Chat GPT merupakan temuan teknologi yang fenomenal pada saat ini, betapa tidak aplikasi ini dapat memprediksi kalimat berikutnya dalam sebuah percakapan, sebenarnya Teknologi Chat GPT pertama kali dikembangkan oleh OpenAI pada tahun 2018 dan ChatGPT dengan AI dirilis ke publik pada 30 November 2022, dan mengalami perkembangan yang luar biasa, seperti di pakai didalam berbagai aplikasi seperti asisten dan chatbot dan lain-lain.
Dengan menggunakan browser internet kita bisa bertanya atau memberikan arahan dan ChatGPT akan meresponnya dengan cepat seperti sedang melakukan chatting.
Didunia perguruan tinggi, hadirnya Chat GPT ini menjadi revolusi dalam sistem pendidikan di perguruan tinggi, dan masih jadi pertanyaan peran Chat GPT ini menjadi lawan atau kawan untuk mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan.
Kemampuan Chat GPT dapat membantu dalam penyelesaian tugas seperti tulisan esai, dan dapat dimaksimalkan untuk karya ilmiah, misalnya skripsi, tesis dan lain sebagainya, dengan Chat GPT dapat membantu dalam memahami topik yang akan menjadi penelitiannya. Selain itu dapat juga untuk memperkaya tulisan dengan rekomendasi artikel atau referensi yang terkini.
Fenomena ChatGPT (Generative Pre-training Transformer) akhir akhir ini banyak sekali diperbincangkan. Melihat kemampuan yang dimiliki oleh ChatGPT dalam menghasilkan tulisan yang terstruktur dengan baik, dunia pendidikan pun beraksi.
Long Angeles Unified School District memblokir akses ke website OpenAI ChatGPT pada jaringan maupun perangkat sekolah-sekolah di district mereka pada 12 Desember 2022.
Tindakan ini diikuti oleh New York City Departement of Education pada akhir Desember 2022 dengan melakukan hal yang sama terhadap sekolah-sekolah di wilayah mereka. Alasan pelarangan yang dikemukakan adalah penggunaan ChatGPT tidak mendukung dalam membangun kemampuan pemecahan masalah (problem solving) dan berpikir kritis (critical thinking) para siswa sebagai modal menuju kesuksesan akademis dan kehidupan sepanjang hayat (Rosenzweig-Ziff,2023).
Sebelumnya, kasus lain yang hampir mirip menimpa seorang profesor filsafat bernama Darren Hick dari Furman University in Greenville, South Carolina, AS. Ia mendapati tulisan mahasiswanya sangat baik mengenai filsuf abad ke-18 David Hume, namun memiliki pola struktur tulisan yang mirip dengan hasil keluaran suatu chatbot AI. Lalu, ia memeriksanya dengan memasukkan suatu prompt yang menurut perkiraannya ChatGPT akan memberikan respons yang mirip dengan karya si mahasiswa. Hasilnya adalah ternyata memang keduanya memiliki kemiripan hinga 99,9%.
Tetapi di sisi lain, kehadiran teknologi ChatGPT membuka peluang untuk memanfaatkan chatbot AI ini bagi pendidikan Indonesia, khususnya dalam pengembangan kompetensi (skills) peserta didik. Terdapat enam kompetensi yang perlu mereka miliki di Era Education 4.0, yaitu berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas ditambah dengan dua kompetensi pendukung lainnya, yakni pendidikan karakter dan kewarganegaraan (Hastuti, Aristin, dan Fani, 2022).
Kegiatan menulis yang didahului dengan membaca masih menakutkan bagi sebagian mahasiswa (Nisa, 2016). Berdasarkan pemikiran inilah penulis berharap agar ChatGPT dimanfaatkan untuk memotivasi peserta didik dalam menulis sekaligus meningkatkan kemampuan menulisnya.
Akan tetapi chat GPT ada beberapa kelemahan dalam Chat GPT ini, seperti :
– Ketidakakuratan informasi, kita ketahui ChatGPT ini merupakan model yang dibuat dari data dan pelatihan mesin pencari sehingga informasi yang diberukan oleh ChatGPT mungkin saja tidak sesuai atau akurat dengan fakta yang ada.
– Keterbatasan pemahaman, walaupun dapat memahami bahasa manusia, akan tetapi pemahaman ini masih terbatas.
– Tidak Memiliki Emosi, ChatGPT tidak punya kemampuan emosi dan tidak dapat merespon secara emosional.
– Dari sisi keamanan, dimana program algoritma pada ChatGPT dapat digunakan untuk tujuan yang tidak etis dan tidak bermoral atau malah melakukan kejahatan kriminal oleh karena itu perlu adanya pengawasan dan kendali dalam pengggunaan ChatGPT.
– ChatGPT ini membutuhkan data dalam jumlah besar supaya dapat berfungsi dengan baik, dan karena itu juga perlu perhatian dan perlindungan terhadap privasi dan perlindungan data ketika menggunakan teknologi ini.
Sementara di dunia perpustakaan, kemunculan teknologi ChatGPT bukan merupakan sebuah masalah , walaupun banyak beredar tentang pro dan kontra di perpustakaan, dimana seolah olah ChatGPT ini dapat menggantikan peran perpustakaan, dari pandangan pustakawan perpustakaan dan ChatGPT ini memiliki perbedaan, baik dari fungsi dan kapasitasnya masing-masing.
Perpustakaan sebagai penyedia bahan literatur yang beragam yang dapat dimanfaatkan oleh civitas akademika. Perpustakaan tetap menjadi tempat penting untuk akses ke sumber daya fisik, dan memerlukan ruang yang tenang dan terorganisir.
ChatGPT ini tetap sebuah aplikasi yang masih banyak kelemahan dan butuh penyempurnaan, walaupun menggunakan Teknologi AI (Artificial Intellegence) dan dikembangkan oleh perusahaan OpenAI. Dan akhirnya dengan segala kecanggihan dan perkembangan teknologi Informasi dan Komunikasi, tetap saja kita harus bijak dalam pemanfaatnya.
Penulis:
Nila Wahyuni
Mahasiswi Manajemen Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.