SEBAGIAN besar masyarakat Indonesia pada saat ini melupakan perihal koperasi, apalagi mengangkat koperasi sebagai solusi mengatasi perekonomian. Masyarakat umumnya pesimis dengan gerakan koperasi yang dinilai hanya menguntungkan beberapa pihak. Hal ini terjadi karena banyak ditemukan organisasi yang berkedok koperasi atau koperasi yang tidak sehat.
Kondisi ketidakpercayaan tersebut tentu merugikan citra koperasi di Indonesia yang dikenal sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi berasas kekeluargaan diharapkan mampu membangun dan mengembangkan potensi masyarakat untuk kemudian meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
Oleh sebab itu masyarakat wajib untuk melestarikan dan mengembangkan koperasi. Wujud daripada mengembangkan koperasi agar lebih maksimal maka diperlukan upaya perbaikan Citra koperasi di mata masyarakat Indonesia, Hal ini dilakukan agar masyarakat percaya bahwa sistem koperasi mampu menjadikan Indonesia bebas dari kemiskinan.
Adapun upaya untuk perbaikan citra koperasi tersebut bisa dilakukan melalui political will di semua segmen yang ada, baik dalam pemerintah ataupun masyarakat.
Political will merupakan upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat dan penguatan terhadap pemerintah untuk kemudian mengembangkan sistem koperasi dengan baik dan benar, sehingga diharapkan dengan political will tersebut masyarakat dapat mengetahui seluk beluk koperasi dan pemerintah juga diharapkan berani bertindak tegas terhadap koperasi yang tidak sehat maupun membubarkan organisasi yang berkedok koperasi.
Koperasi di Indonesia secara histical legency (warisan sejarah) sistem koperasi di Indonesia merupakan hasil pemikiran bung Hatta beserta bung Karno setelah mempertimbangkan saran dari Ki Hajar Dewantara (Mabriyanti, 1998).
Sistem perekonomian koperasi yang dicetuskan para tokoh kemerdekaan tersebut seperti keberadaan pabrik semen Gresik atau PLTN Asahan yang dibentuk sendiri tanpa modal asing.
Menjalankan sistem koperasi merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat kuat kedudukannya, karena keberadaan Pancasila dan diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945.
Pada pada UUD 1945 pasal 33 dijelaskan secara eksplisit bahwa pelaku ekonomi adalah sektor negara dan koperasi, sedangkan sektor swasta hanya disebut secara implisit.
Penjelasan pasal 33 UUD 1945 mengisyaratkan pemerintah harus memainkan peran yang aktif untuk menjaga kelestarian dan mengembangkan koperasi agar dapat menjadi sektor ekonomi yang kuat sehingga menjadi landasan perekonomian nasional.
Namun realitanya dalam perkembangan koperasi di Indonesia banyak ditemukan permasalahan, salah satu permasalahan adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap koperasi. Sehingga banyak masyarakat belum memahami seluk beluk koperasi.
Masyarakat mudah tertipu dengan adanya organisasi yang berkedok koperasi, organisasi ini biasanya hanya mengumpulkan dana dari masyarakat dengan bentuk investasi, setelah investasi dari masyarakat dirasa cukup besar organisasi tersebut melarikan dana dari masyarakat, atau yang lebih dikenal dengan investasi bodong.
Investasi bodong permasalahan koperasi di Indonesia
Investasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem koperasi. Hal itu dikarenakan dengan investasi koperasi bisa berkembang lebih cepat, seperti memperbanyak barang yang diperjualbelikan kepada masyarakat. Kasus investasi bodong yang berkedok koperasi masih menjamur dengan modus yang makin beragam. Misalnya saja modus koperasi bernama koperasi Pandawa di Malang dan Depok.
Modus penipuan yang dilakukan pada koperasi Pandawa di Malang dan Depok ini penghimpun dana yang bersifat seperti multi level marketing (MLM), masyarakat diwajibkan untuk membawa orang bergabung koperasi, setelah mendapatkan orang untuk bergabung mereka kemudian akan dibayar. Koperasi ini tanpa menjual produk yang nyata, meskipun begitu dalam perkembangannya koperasi ini sudah memiliki 70.000 anggota (Kompas.com, 2016)
Bahkan menurut otoritas jasa keuangan (OJK) tahun 2014 investasi bermasalah alias bodong sejak awal 2013 hingga 2014 sebanyak 2772 kasus, dengan jumlah kerugian yang ditanggung nasabah berkisar 45 triliun (Ojk.go.id, 2014). Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena dapat merusak citra koperasi, maka dari itu diperlukan political will sebagai upaya mengembangkan citra koperasi di Indonesia.
Political will Upaya Membangun Citra Koperasi di Indonesia
Membangun Citra koperasi memang sangat diperlukan dalam upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat, bahwasanya hanya sistem koperasi permasalahan ekonomi dapat diatasi bersama.
Adapun upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan membangun citra koperasi salah satunya melalui political will yang kuat sehingga hal tersebut mampu meningkatkan eksistensi dan pengembangan koperasi di Indonesia.
Menurut Djatnika (2012) political will adalah kemauan politik dari pemerintah atau para pengambil kebijakan, misalnya dalam hal ini ialah memberikan kepastian usaha, memberikan perlindungan terhadap koperasi, dan memberikan pendidikan pengoperasian kepada masyarakat. Untuk penjelasan political will tersebut, ialah sebagai berikut:
Political Will Melalui Kepastian Usaha
Menjaga kelestarian dan mengembangkan koperasi agar dapat menjadi sektor ekonomi kerakyatan yang sejajar dengan badan usaha milik negara dan usaha swasta dibutuhkan kepastian usaha.
Kepastian usaha tersebut seharusnya diatur oleh pemerintah, sehingga dengan aturan pemerintah yang disosialisasikan kepada masyarakat akan berdampak bagi kemajuan koperasi.
Misalnya saja dalam hal political will melalui kepastian usaha pemerintah kepada daerah-daerah pertanian di wilayah Kalimantan dan Sumatera, pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pupuk dan segala kebutuhan pertanian disediakan oleh koperasi, tak ada usaha lain yang bisa menyediakan.
Harapannya dengan kepastian usaha yang diberikan kepada koperasi akan mampu membuat koperasi cepat berkembang karena tidak adanya pesaing, selain itu masyarakat juga akan terhindar dari segala bentuk penipuan, termasuk “investasi bodong”
Political will Melalui Perlindungan Kepada Koperasi
Meskipun koperasi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan diamanatkan oleh UUD 1945 akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman kebijakan yang pemerintah keluarkan seringkali merigukan kehidupan perkoperasian.
Hal ini terlihat ketika usaha swasta memperoleh berbagai fasilitas dan keuntungan sedangkan koperasi menjadi terpinggirkan. Sehingga selama ini usaha swasta tampil ke depan sebagai panglima ekonomi Indonesia. Usaha swasta yang berkembang hanya dimiliki sebagian besar warga negara Indonesia non pribumi yang memiliki modal besar.
Adapun modal besar tersebut diperoleh dari investasi masyarakat Indonesia yang lebih percaya dengan pengelola asing, meskipun tak jarang pengelola yang menghimpun investasi tersebut melakukan kecurangan atau penipuan. Oleh karena itu melalui politik kawil diharapkan pemerintah kembali menegaskan perlindungan kepada koperasi di Indonesia dengan memberikan fasilitas khusus yang dimuat dalam penambahan undang-undang.
Political will Melalui Pendidikan Pengkoperasian
Banyaknya kasus investasi bodong di Indonesia tak lepas dari lemahnya pengetahuan tentang operasi yang dimiliki masyarakat, lemahnya pengetahuan terjadi akibat kurangnya pendidikan pengoperasian di Indonesia.
Oleh karena itu penting bagi pemerintah dengan political will untuk meningkatkan pengetahuan tentang koperasi yang diajarkan kepada generasi muda, dengan cara membuat pelatihan dan pendidikan gratis tentang koperasi, akhirnya dengan cara tersebut mampu membuat masyarakat membedakan antara koperasi yang benar menjalankan sistem koperasi dan koperasi yang hanya melakukan penipuan kepada masyarakat.
Penulis:
Shevila Ghita
Mahasiswi Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.