DUNIA saat ini memasuki era kecerdasan buatan, dengan otomatisasi di segala bidang. Semua hal dituntut untuk semakin efisien, baik dalam segi waktu maupun dalam segi biaya. Indonesia tidak luput dari tuntutan ini.
Di masa depan, dipastikan Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain. Kalau begitu, bagaimana cara Indonesia agar mampu bersaing dengan negara-negara lain? Salah satu cara untuk Indonesia dalam menghadapi persaingan adalah dengan memanfaatkan konsep digital twin.
Pada dasarnya, digital twin adalah sebuah model virtual dari sebuah objek atau sistem yang memanfaatkan kecerdasan buatan. Digital twin menggunakan berbagai sensor dari objek atau sistem di dunia nyata untuk mengumpulkan data, yang kemudian secara real-time dikirimkan ke model virtual sebagai acuan prediksi dan pengambilan keputusan.
Digital twin merefleksikan secara akurat objek fisik ke dalam bentuk virtual. Sebagai contoh, sebuah turbin angin dilengkapi dengan sensor-sensor yang berkaitan dengan berbagai area fungsionalitasnya. Sensor-sensor ini menghasilkan data-data dari kondisi turbin angin saat ini, misalnya keluaran energi, suhu, keadaan cuaca, dan sebagainya.
Data-data ini kemudian diproses dan diterapkan pada bentuk virtual (digital twin) dari turbin angin tersebut. Digital twin ini dapat digunakan untuk melakukan simulasi, menemukan kemungkinan masalah, atau menentukan kondisi yang optimal, yang nantinya data-data ini dapat diterapkan kembali pada objek fisiknya.
Lalu, apa bedanya dengan proses pengumpulan data seperti yang selama ini sudah diterapkan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, coba bayangkan kasus berikut ini.
Sebuah pabrik obat-obatan menghasilkan sepuluh triliun rupiah dalam setahun. Di seluruh wilayah pabrik dipenuhi mesin-mesin yang sangat khusus dan mahal, dengan berbagai ‘resep’ bahan baku dan pengaturan mesin yang sangat kompleks untuk menghasilkan produk akhir.
Sekarang, bayangkan data-data yang dikumpulkan dari seluruh sensor yang ada di seluruh mesin di seluruh kegiatan produksi di dalam pabrik tersebut, termasuk pesanan produksi, penggunaan bahan baku, dan yang paling penting, data sistem manajemen mutu.
Pengelola pabrik perlu terus mengoptimalkan hasil produksi dengan mengurangi jumlah ‘sampah’ dari setiap proses produksi, mengurangi waktu menganggur dari setiap mesin, dan meminimalkan cacat produk yang dapat memakan banyak biaya.
Biasanya, pengelola pabrik akan membentuk tim peneliti untuk melihat kumpulan data-data dari proses produksi dan mengelompokkan data-data menjadi informasi yang dapat membantu mereka.
Hanya setelah melewati penelitian yang mendalam dan memakan waktu lama ini, barulah mereka, mungkin, dapat menemukan solusi yang dapat membantu mengoptimalkan sistem dari proses produksi yang amat sangat kompleks ini. Bayangkan berapa banyak biaya dan waktu yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan informasi itu, ditambah dengan biaya dan waktu yang harus dikeluarkan untuk menerapkan informasi tersebut ke seluruh mesin yang ada.
Sekarang, aplikasikan digital twin
Dengan memanfaatkan kecerdasan buatan pada digital twin, data-data yang dikumpulkan dari setiap sensor mesin akan dikirimkan secara langsung ke dalam sebuah sistem yang akan membentuk versi virtual dari mesin yang ada di dunia nyata.
Versi virtual ini kemudian dapat melakukan simulasi secara mandiri tanpa harus menghentikan proses produksi. Kumpulan hasil dari berbagai macam simulasi ini kemudian diproses dan diolah oleh sistem, dan dapat langsung diterapkan ke mesin-mesin yang ada di dunia nyata secara langsung.
Pengelola pabrik tidak lagi harus mengeluarkan waktu dan biaya yang sangat besar untuk menunjang penelitian. Sebaliknya, pengelola pabrik hanya perlu mengeluarkan biaya untuk menerapkan program pengawasan yang baik.
Lebih jauh lagi, digital twin dapat digunakan untuk melakukan riset dan pengembangan produk yang jauh lebih efisien, dengan melakukan simulasi secara virtual dengan data-data yang ada. Hasil simulasi berupa informasi ini dapat membantu perusahaan untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang mungkin diperlukan sebelum produk benar-benar diluncurkan.
Selain itu, digital twin juga dapat membantu perusahaan manufaktur dalam menentukan apa yang harus dilakukan pada produk yang telah mencapai akhir dari siklus hidup produknya.
Dengan fleksibilitas yang diberikan oleh digital twin, kemungkinan penerapannya menjadi sangat luas, mulai dari manufaktur, pembangkit listrik, industri otomotif, perencanaan kota, bahkan sampai pelayanan kesehatan dapat menerapkan konsep digital twin.
Dengan perkembangannya yang terus dilakukan sampai saat ini, digital twin bahkan dikatakan memiliki kemungkinan yang tidak terbatas. Batas dari digital twin hanya berada pada batasan manusia itu sendiri sebagai pengawas dan pengembang digital twin. Hal inilah yang saat ini menjadi fokus bagi Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia saat ini masih sulit menerapkan konsep digital twin secara luas. Bukan karena sumber daya alam atau teknologinya, melainkan sumber daya manusia yang belum memadai.
Pada tahun 2018, jumlah profesor di Indonesia bahkan hanya 5.576 orang dari total 261,7 juta masyarakat Indonesia pada saat itu. Hanya 0,002% dari total masyarakat Indonesia. Jauh lebih sedikit lagi profesor di bidang teknologi, yang justru dibutuhkan oleh masa depan Indonesia.
Maka dari itu, penulis berharap artikel ini selain dapat membuka wawasan menjadi lebih luas, namun juga dapat menjadi inspirasi bagi para pembaca untuk belajar lebih giat lagi di bidangnya masing-masing, dan khususnya di bidang teknologi. Indonesia dibentuk oleh tekad kuat generasi masa lalu, dan dibawa maju oleh kecerdasan generasi masa depan.
Penulis:
Subhan Adrian Fasya
Mahasiswa Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.