TANGSELXPRESS – Beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan dengan beredarnya video viral pernikahan sepasang anjing bernama Jojo dan Luna yang mengusung adat Jawa. Bahkan, untuk biaya pernikahan Jojo-Luna yang digelar di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara pada Jumat (14/7/) itu dikabarkan menelan anggaran lebih Rp 200 juta.
Menanggapi hal tersebut, Paguyuban Panatacara Yogyakarta (PPY) yang merupakan organisasi resmi berbadan hukum sesuai dengan Keputusan Menkumham RI Nomor AHU-0009705.AH.01.07 Tahun 2018 turut angkat suara.
Ketua PPY Ki Abeje Janoko mengatakan, acara tersebut dinilai sangat mencederai nilai-nilai budaya adiluhung yang tetap dilestarikan di wilayah NKRI. Ia pun mengkritik keras video pernikahan yang sempat viral itu.
“Kami sebagai bangsa Indonesia, merasa mendapat pelecehan dari pelaksanaan ini, prosesi adat diciptakan oleh leluhur kami mengandung nilai luhur dan dipakai upacara sakral dalam pernikahan manusia, tetapi diadopsi untuk prosesi pernikahan dengan memakai simbul simbul budaya adiluhung yang semestinya tidak sepantasnya diterapkan pada anjing,” kata Ki Abeje dalam siaran persnya di Jakarta, pada Selasa (18/7).
Pihaknya, lanjut Ki Abeje, sebagai pelaku seni dalam dunia jasa pernikahan selama ini sangat menjunjung dan menjaga budaya pernikahan adat Jawa yang bersumber langsung dari Keraton Yogyakarta ataupun Surakarta. Mengingat prosesi pernikahan tersebut hanya berlaku untuk manusia dengan segala makna indah dan filosofi di dalamnya, Ki Abeje pun menyatakan keberatannya atas prosesi pernikahan sepasang anjing tersebut.
“Kami dari PPY mengutuk keras atas tindakan yang dilakukan oleh pemrakarsa maupun yang mempublikasikan kegiatan itu, pelaku-pelaku yang ada dan terlibat dalam video tersebut,” lanjutnya.
Ia menilai, kegiatan tersebut sungguh bertolak belakang dari amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan telah melanggar Pasal 45 Ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 45 Ayat (3) UU ITE Tahun 2016.
“Oleh karena itu, kami menuntut kepada pemrakarsa kegiatan ini untuk meminta maaf secara terbuka, baik melalui media elektronik maupun media cetak terhitung 3×24 jam sejak siaran pers ini kami rilis kepada seluruh masyarakat Indonesia serta tidak akan mengulangi perbuatan tersebut yang jelas-jelas mencederai budaya nusantara yang adiluhung,” tambahnya.