SETIAP orang pasti memiliki rumah impian sebagai tempat tinggal yang nyaman dengan keluarga. Untuk bisa mendapatkan rumah impian harus melalui beberapa proses yaitu proses pembelian oleh konsumen dan proses penjualan oleh penjual. Dalam proses jual beli rumah tentu saja dikenai pajak bagi penjual dan pembeli sesuai dengan peraturan perpajakan.
Selain itu dalam proses balik nama PPAT tidak dapat membantu proses balik nama apabila pihak penjual dan pembeli belum membayar pajak. Jadi untuk dapat membalik nama di kantor pertanahan atas transaksi jual beli rumah maka pihak penjual dan pembeli harus terlebih dahulu memenuhi kewajiban mereka untuk membayar pajak.
Namun, Sebagian orang masih belum mengetahui bagaimana skema perpajakan dalam jual beli rumah. Perlu diketahui masing-masing penjual dan pembeli memiliki beban pajak yang berbeda. Berikut penjelasan untuk beban pajak dalam transaksi jual beli rumah bagi penjual dan pembeli ;
Pajak yang dibebankan Bagi Penjual :
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak pertama yang dibebankan kepada penjual adalah Pajak Penghasilan (PPh). Ketentuan tentang Pajak Penghasilan ini diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2016. Karena saat setelah selesai transaksi jual beli rumah tentunya penjual memperoleh penghasilan yang didapat dari menjual rumah sehingga dikenai Pajak Penghasilan (PPh) baik secara perorangan maupun developer.
Besaran ratif PPH yang dibebankan bagi penjual adalah 2,5% dari harga penjualan rumah.
Contoh perhitungan Pajak Penghasilan:
Tuan A hendak menjual rumahnya dengan luas tanah 250 meter persegi dan luas bangunan 150 meter persegi dengan harga jual Rp.500.000.000
Untuk mengetahui PPh yang harus dibayarkan Tuan A, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
2,5% x Rp.500.000.000 = Rp. 12.500.000
Maka PPh yang harus dibayarkan oleh penjual adalah Rp. 12.500.000
Pajak Bumi Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan dibebankan kepada penjual dan wajib dibayarkan saat sebelum serah terima rumah. Sehingga saat proses transaksi selesai dan rumah sudah menjadi hak milik pembeli maka pajak PBB sudah beralih kepada pembeli maka pembeli harus membayar pajak PBB setiap tahunnya. Tarif pajak PBB lebih rendah daripada pajak lainnya yaitu sebesar 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Rumah dengan nilai jual di bawah Rp1 miliar rupiah dikenakan NJKP sebesar 20%. Sedangkan rumah dengan nilai jual lebih dari Rp1 miliar rupiah dibebankan NJKP sebesar 40%.
Contoh perhitungan pajak PBB
Tuan A hendak menjual tanah dan bangunan seluas 200 m2 dan 100 m2 dengan harga permeter perseginya yaitu Rp.800.000 dan Rp.500.000
Hitung terlebih dahulu nilai bangunan dan tanahnya:
Bangunan= 100 x Rp500.000 = Rp50.000.000
Tanah= 200 x Rp 800.000 = Rp160.000.000
Hitung NJOP-nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah:
NJOP = Nilai Bangunan + Nilai Tanah
NJOP = Rp50.000.000+ Rp160.000.000
NJOP = Rp210.000.000
Setelah diketahui NJOP-nya, kita bisa langsung menghitung PBB-nya:
NJKP= 20% x Rp210.000.000 = Rp42.000.000
PBB= 0,5% x Rp42.000.000 = Rp210.000
Maka, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang perlu dibayarkan oleh penjual adalah sebesar Rp210.000.
Pajak yang dibebankan bagi Pembeli:
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Saat setelah melakukan transaksi pembelian rumah, maka akan didapatkan informasi terkait pajak yang harus dibayar yaitu pajak Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB. Pajak BPHTB dibebankan saat sudah sepenuhnya memiliki hak atas rumah yang telah dibeli.
Tarif maksimal pajak pembelian rumah tentang Bea Peroelahan Hak atas Tanah dan Bangunan yaitu sebesar 5% setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Dan besaran NPOPTKP ini berbeda-beda sesuai dengan peraturan daerah masing-masing.
Contoh kasus menghitung BPHTB
Tuan A membeli rumah di wilayah Jakarta seharga Rp500.000.000. Maka perhitungan besar BPHTB yang harus dibayar dari pembelian rumah tersebut sebagai berikut:
NJOPTKP DKI Jakarta adalah Rp. 80.000.000
=5%x (Rp.500.000.000-Rp.80.000.000)
=5%xRp.420.000.000
=Rp21.000.000
Maka BPHTB yang harus dibayarkan oleh pembeli adalah Rp21.000.000
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak yang harus dipenuhi juga oleh pembeli yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam pajak ini dipungut oleh Penjual untuk kemudian disetorkan ke kantor perpajakan. Tarif PPN terbaru yaitu sebesar 11% sampai dengan Desember 2024 dan setelah itu menjadi 12% per 1 Januari 2025 yang mana besaran tarif tersebut diatur dalam Undang-undang nomor 42 tahun 2009 pasal 7. Properti yang dikenai PPN adalah property primary, yang merupakan property yang dijual oleh pihak developer kepada konsumen. Kemudian untuk property secondary dan Subsidi mendapat pengecualian tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh kasus jual beli rumah dan cara menghitung pajaknya:
Harga Jual Rumah yang akan dibeli adalah 500.000.000 maka PPNnya adalah dikalikan dengan tarif 11%, yaitu sebagai berikut:
500.000.000 x 11% = 55.000.000
Maka PPN yang harus dibayarkan pembeli adalah Rp.55.000.000
Penulis:
Wiwik Rusdiyanti
Mahasiswi Akuntansi S1 Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.