KONFLIK berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik merupakan suatu proses yang dimulai ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah dipengaruhi secara negatif, atau tentang memengaruhi secara negatif, tentang sesuatu yang diketahui pihak pertama. (Robbins dan Judge,2011:488).
Pandangan Tentang Konflik
Terdapat tiga sudut pandang terhadap konflik yang terjadi dalam organisasi, yaitu:
1.Pandangan Tradisional
Pandangan ini berpendapat bahwa konflik sebagai akibat disfungsional dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka. Pandangan ini dianut banyak orang di tahun 1930-an dan 1940-an.
2.Pandangan Hubungan Kemanusiaan (Behavioral)
Pandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah kejadian alamiah dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan manusia mendorong kita untuk menerima keberadaan konflik. Pandangan ini dianut banyak orang di tahun 1940-an dan 1970-an.
3.Pandangan Interaksi
Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi.
Kategori Konflik
Terdapat dua kategori dalam konflik, yaitu:
1.Konflik fungsional
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung tujuan kelompok dan meningkatkan kinerjanya.
Contohnya: Dua departemen dalam sebuah rumah sakit memperdebatkan cara yang paling efisien dan paling adaptif untuk memberikan pelayanan kesehatan pada keluarga- keluarga berpenghasilan rendah pada daerah pedesaan. Kedua departemen ini memiliki cara yang berbeda dalam mencapai tujuan tersebut.
2.Konflik disfungsional
Konflik disfungsional adalah konflik yang menghambat kinerja kelompok secara spesifik. Tingkat stres maupun tingkat konflik yang dapat menciptakan sebuah pergerakan yang sehat dan positif ke arah pencapaian tujuan pada suatu kelompok, dapat bersifat merusak dan disfungsional pada kelompok lain. Ada tiga tipe konflik:
Konflik pekerjaan, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.
Konflik proses, yaitu selalu berbicara tentang metode.
Proses Konflik
Proses konflik terjadi dalam lima tahapan yang masing-masing memiliki peran yang berbeda.
Tahap 1, Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial
Konflik akan terjadi apabila terdapat kondisi yang menciptakan kesempatan untuk konflik. Ada 3 kategori dalam tahap 1 ini, yaitu:
Komunikasi; adanya kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan kebisingan dalam saluran komunikasi merupakan alasan utama adanya konflik.
Struktur; makna struktur dalam kontek ini mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota-tujuan, gaya kepe-mimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok.
Variabel pribadi; merupakan sumber konflik potensial jika kita bekerja dengan orang yang sejak awal tidak kita sukai, misalnya suaranya, senyumnya, dan kepribadiannya yang menjengkelkan. Variabel pribadi ini mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi dan perbedaan individual.
Tahap 2, Kognisi dan personalisasi
Pada tahap 2 ini terdapat dua hal pokok yang perlu dipahami yaitu konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Konflik yang dipersepsikan, merupakan kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Konflik yang dirasakan, merupakan pelibatan emosional dalam suatu konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustrasi, dan permusuhan.
Tahap 3, Maksud
Maksud merupakan keputusan-keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dalam suatu bagian konflik. Banyak sekali konflik terjadi karena satu pihak menghubungkan maksud yang keliru kepada pihak lain. Banyak sekali terjadi ketidaksesuaian antara maksud dengan perilaku sehingga perilaku tidak selalu menggambarkan maksud seseorang.
Perilaku
Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Hasil
Hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik akan menghasilkan konsekuensi- konsekuensi baik yang fungsional maupun disfungsional.
Hasil Fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
Hasil Disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.
Pengertian Negosiasi
Pengertian negosiasi menurut para ahli, adalah berikut ini:
Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak ( atau lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.
Menurut Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
Strategi Negosiasi
Terdapat dua strategi yang dapat digunakan dalam negosiasi, yaitu:
Negosiasi distributive: yaitu suatu perundingan yang berusaha untuk membagi sejumlah tetap sumber daya atau suatu kondisi menang-kalah (Lose-Win). Misalnya, perundingan tenaga kerja perihal pemberian gaji (majikan dan buruh). Setiap kenaikan gaji yang diminta akan menaikkan atau meningkatkan biaya manajemen, masing-masing pihak akan melakukan tawar-menawar dengan agresif dan memperlakukan pihak lain sebagai lawan yang harus ditaklukkan. Jika memungkinkan salah satu pihak akan memaksa lawannya untuk menyetujui tuntutan tersebut.
Negosiasi integrative: yaitu suatu perundingan yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan suatu pemecahan saling menguntungkan atau dalam artian menang-menang (Win-Win). Dalam bergaining ini memungkinkan masing-masing pihak meninggalkan meja perundingan dengan perasaan mendapatkan kemenangan.
Proses Negosiasi
Persiapan dan perencanaan
Sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
Tawar menawar dan pemecahan masalah
Pada tahap ini akan terjadi tawar menawar antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana solusi tersebut akan berguna untuk memecahan masalah.
Penutupan dan implementasi
Tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksana.
Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga
Terdapat berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:
Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai fasilitator.
Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang.
Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu konflik dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.
Penulis:
1. Muhamamd Haekal
2. Nabila Salsabila
3. Nor Aini
4. Noviyanti
5. Nurul Aini Aprilianti
6. Qisthie Audina
Mahasiswa Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi.







