MANUSIA sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari bahasa sebagai alat interaksi sosial. Bahasa tersebut digunakan manusia sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi di dalam sebuah lingkungan masyarakat.
Dalam hal ini secara sederhana dapat dikatakan bahwa bahasa dan lingkungan masyarakat saling terkait. Bahasa dan masyarakat ini menjadi pokok bahasan di dalam sosiolinguistik. Bahasa sangat efektif untuk menciptakan pengaruh. Bahasa juga sering digunakan sebagai alat politik.
Karena itu tidak salah apabila setiap terjadi pergantian elite penguasa selalu mengandung implikasi pergantian bahasa komunikasi politik. Bahasa politik digunakan dalam kaitannya dengan percaturan kekuasaan
Cara manusia dalam berbahasa tidak hanya secara lisan, tetapi juga secara tertulis. Mereka mengemukakan pendapat dan ide kreatifnya dalam bentuk tulisan. Salah satu tempat kegiatan di atas adalah dengan menggunakan media spanduk sebagai alat peraga kampanye.
Spanduk merupakan bagian dari periklanan. Spanduk adalah kain rentang yang berisi slogan, propaganda atau berita yang perlu diketahui umum. Bahasa yang dipakai dalam bidang periklanan disebut pula dengan ragam iklan.
Iklan merupakan pemberitahuan kepada khalayak yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam iklan sangat penting dan apabila didukung dengan gambar gambar yang menarik, iklan tersebut bisa menarik perhatian pembaca.
Spanduk cocok digunakan dalam media berpolitik. Melalui spanduk, para politisi dapat mempromosikan dirinya atau partai politiknya kepada masyarakat luas. Slogan-slogan kampanye dalam spanduk dapat ditemukan dengan mudah di lingkungan tempat tinggal, jalan-jalan, dan pusat keramaian pada saat masa kampanye dimulai.
Di antara sloganslogan tersebut, ada yang mudah dimengerti, tapi ada pula yang menuntut untuk berpikir agar memahami maksud di balik slogan-slogan tersebut. Penutur dikatakan santun jika murah hati, rendah hati, setuju, dan simpati pada mitra tutur
Bagi para caleg, bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam ranah politik kekuasaan untuk mewujudkan target-target politiknya. Para caleg berusaha menggunakan bahasa yang dapat meningkatkan elektabilitas dalam pemilu 2024 mendatang.
Bahasa persuasif mereka seolah-olah mampu memakmurkan daerah jika mereka menang dengan memberikan janji-janji dan harapan. Sebagian dari mereka memberi harapan jika mereka menang akan merealisasikannya.
Berbeda dengan caleg lainnya ada yang memberikan harapan tanpa merealisasikannya setelah mereka mendapat kursi di DPR. Banyak strategi dan juga pencitraan yang mereka gunakan yang perlu diteliti lebih lanjut.
Oleh karena itu, bahasa politik tidak selalu dipakai untuk kejernihan makna. Bahasa yang digunakan dimanipulasi untuk kepentingan pemerintah dan elite politik sehingga terjadi rekayasa bahasa dan memunculkan penyimpangan dari fungsi bahasa, yaitu sebagai alat kerja sama.
Bahasa yang digunakan elite politik menebarkan kebohongan dan memutarbalikkan fakta sehingga dapat menimbulkan keresahan masyarakat yang bisa menyebabkan terjadinya konflik. Kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat untuk memengaruhi. Politisi diharapkan mampu berkomunikasi secara lancar kepada berbagai pihak di masyarakat luas.
Penulis:
Siti Supi Mulyanih
Mahasiswi Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.