TANGSELXPRESS – Mahkamah Agung (MA) didesak untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama (mempelai pria non muslim menikah dengan mempelai wanita beragama Islam). Hakim di lingkungan MA harus mengacu pada putusan MK yang menolak mengesahkan pernikahan beda agama.
Menurut Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto, putusan PN Jakpus yang mengabulkan permohonan nikah beda agama sangat bertentangan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah mengeluarkan fatwa tentang larangan pernikahan beda agama. Dalam fatwa MUI pada Juli 2005 yang ditandatangani KH Ma’ruf Amin menyebutkan pernikahan beda agama di Indonesia adalah haram dan tidak sah.
“Dalam hukum Islam, pernikahan beda agama dilarang,” kata Yandri dalam keterangan yang diterima, Kamis (29/6).
Islam melarang wanita muslimah menikah dengan pria non muslim, musyrikin, maupun ahli kitab. Sedangkan pria muslim masih diizinkan menikah dengan wanita non muslim. Hal ini berdasarkan surat Al Baqarah ayat 221 dan surat Al-Maidah ayat 5.
Yandri menambahkan, MUI telah berulangkali melarang pernikahan beda agama berdasarkan syariat Islam. MK juga berulangkali menolak permohonan uji materi UU Perkawinan yang ingin membolehkan perkawinan beda agama.
“Seharusnya putusan MK dan fatwa MUI ini menjadi rujukan para hakim, termasuk hakim di lingkungan MA,” pungkasnya.
Yandri melanjutkan putusan PN Jakpus yang membolehkan pernikahan beda agama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan mengganggu harmoni sosial di antara umat beragama. Karena itu, Yandri mendorong elemen masyarakat untuk menggugat putusan PN Jakpus itu ke MA.
“Kita minta elemen masyarakat, seperti Ormas Islam, untuk menyampaikan gugatan ke MA terkait putusan PN Jakpus yang mengabulkan permohonan nikah beda agama itu,” tambah Politisi Fraksi PAN itu.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan permohonan nikah beda agama yang diminta pemohon JEA yang beragama Kristen untuk menikahi SW seorang muslimah. PN Jakpus mengabulkan permohonan nikah beda agama itu dalam putusan nomor 155/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Pst.