BERITA media massa dapat dikatakan bermanfaat atau sebaliknya, semua tergantung pada sikap pembaca dalam menyikapi suatu berita. Jika mereka membaca suatu berita dan menganggapnya sebagai suatu kebenaran, tanpa mencari data dari media lain, artinya mereka belum masuk ke dalam pola berpikir kritis.
Media sosial merupakan penyumbang informasi terbesar dalam era modern. Facebook, Twitter, Blog, Line, Snapchat, Skype, Line, WhatsApp, BBM, dan Wikipedia merupakan media sosial yang paling banyak dibaca dan digunakan oleh mahasiswa.
Perkembangan informasi di media sosial dapat dikatakan lebih cepat dibandingkan dengan media massa. Media sosial menyajikan berita berupa informasi yang masih perlu dicermati dengan kritis.
Di media sosial, penyaji berita lebih mengedepankan pada aspek judul yang menarik, agar pembaca merasa tertarik dengan berita yang disajikan. Akan tetapi, hal ini yang sering kali membuat pembaca awam merasa percaya dengan kebenaran suatu berita.
Sebagai bagian dari civitas akademika, mahasiswa merupakan calon pemimpin masa depan. Akan tetapi, sering kali mahasiswa terlalu cepat mengambil kesimpulan dari judul berita di media sosial.
Hal ini berdampak pada tindakan mahasiswa yang bergerak ke arah negatif. Mereka yang tidak berpikir kritis, menganggap suatu judul di media sosial sebagai fakta. Akibatnya, mereka kemudian menyampaikan berita tersebut kepada orang lain, dan orang lain sebagai penerima berita, akan menyampaikan berita tersebut kepada orang lainnya.
Hal tersebut terus terjadi berulang, hingga akhirnya berita di media sosial tersebut menyebar di masyarakat.
Dachroni (2009) mengatakan mahasiswa memiliki tiga tren dalam melakukan aktivitas pergerakan di kampus. Pertama, tren gerakan intelektualitas; kedua, tren jamaah atau pengkaderan; ketiga, tren kewirausahaan. Tren intelektualitas merupakan suatu tren yang baik dimiliki oleh mahasiswa sebagai seorang akademisi. Intelektualitas akan mengembangkan pola berpikir mahasiswa yang logis dan kritis dalam menyikapi suatu berita.
Tren kedua pengkaderan yang kerap terjadi dalam lingkungan akademisi. Tren ini menurut peneliti bisa membahayakan akademisi muda. Mereka cenderung masih awam, dan hanya bersifat menerima, karena adanya tindakan represif dari seniornya.
Tren yang terakhir adalah tren kewirausahaan, yang dapat dikatakan tren yang negatif. Mahasiswa tidak dipungkiri membutuhkan uang dalam kegiatan sehari‐hari, sehingga mereka menjadikan suatu gerakan yang mendapatkan uang, sebagai suatu kebiasaan.
Budaya Indonesia yang cenderung cepat puas dengan keadaan dan tidak peduli dengan perkembangan karena sibuk sendirian, tidaklah patut menjadi paradigma gerakan mahasiswa.
Mahasiswa harus berpikir kritis dalam menyikapi suatu berita yang beredar di media sosial. Sebagai bentuk berpikir kritis, mahasiswa harus bisa membedakan antara suatu berita fakta dengan berita hoax. Peranan media massa dapat menjadi bahan mengomparasikan suatu berita di media sosial agar dapat diteliti kebenarannya.
Di lain sisi, sikap kritis masyarakat menyikapi pemberitaan/penyiaran berita politik di media massa.Hal tersebut diperlukan agar masyarakat mampu menganalisa informasi untuk meminimalisasiefek negatif dari berita ataupun tayangan yang tidak bermutu agar masyarakat mampumenganalisa informasi yang didapat serta dapat meminimalisasi efek negatif daripemberitaan/penyiaran media massa partisan tersebut.
Penulis:
Astria Magdalena Marbun
Prodi S1 Akuntansi
Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.