TANGSELXPRESS – Kebebasan pers di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan atau semakin membaik. Hal ini dapat dilihat dari parameter Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) yang digunakan oleh Dewan Pers untuk menggambarkan kebebasan pers di Tanah Air.
Menurut Wakil Ketua Dewan Pers, Agung Dharmajaya, saat ini IKP berada di kisaran 77,8, yang menunjukkan peningkatan kebebasan pers di Indonesia.
Namun, meskipun terdapat peningkatan tersebut, masih banyak catatan dan tantangan yang harus dihadapi insan pers di era digital saat ini, Minggu 4 Juni 2023.
Dewan Pers menggunakan IKP sebagai acuan untuk mengukur kebebasan pers di Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
IKP merupakan hasil penggabungan rata-rata nilai dari setidaknya 34 provinsi dengan bobot 70 persen, ditambah dengan rata-rata nilai dari Dewan Penyelia Nasional (National Assessment Council/NAC) dengan bobot 30 persen.
“Saat ini tidak cukup 5W+ H, tapi juga perlu ditambahi I atau impact,” tandas Agung.
Penilaian IKP mencakup tiga kondisi lingkungan, yaitu lingkungan fisik dan politik yang terdiri dari sembilan indikator, lingkungan ekonomi yang terdiri dari lima indikator, dan lingkungan hukum yang terdiri dari enam indikator.
Meskipun kebebasan pers di Indonesia menunjukkan peningkatan, terdapat hasil survei atau parameter lain yang menunjukkan bahwa Indonesia kalah dari Timor Leste. Agung menjelaskan bahwa perbedaan indikator atau metode yang digunakan mungkin menjadi penyebabnya.
Selain itu, kebebasan pers saat ini masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi hak jawab ketika mempertanyakan produk jurnalistik. Akibatnya, masyarakat cenderung melaporkan ke pihak berwajib daripada ke Dewan Pers.
Di sisi lain, masyarakat seringkali memiliki pandangan yang kurang tepat terhadap peran pers. Mereka melihat pers sebagai “serba bisa” dan meminta wartawan untuk menangani masalah yang sebenarnya bukan merupakan tugas mereka.
Sebagai contoh, saat listrik mati, ada orang yang meminta wartawan untuk mengadukan masalah tersebut kepada pimpinan perusahaan listrik. Agung berharap agar insan pers terus berbenah dengan menghasilkan produk berita yang berkualitas.
Di tengah berita yang beredar di media sosial, tugas jurnalis adalah melakukan klarifikasi dan konfirmasi informasi sebelum mempublikasikannya.
Selain itu, Agung menekankan pentingnya menambahkan unsur “impact” (dampak) dalam peliputan berita. Tidak cukup hanya meliput siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana (5W+H), tetapi juga perlu memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa atau informasi.