TANGSELXPRESS – Belakangan ini, publik dikejutkan dengan berita memanasnya situasi Keraton Surakarta, kisruh di keraton tersebut bahkan makin memanas karena diwarnai keributan.
Kisruh keluarga keraton itu bermula dari penetapan Putra Mahkota Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Purbaya oleh Paku Buwono XIII. Penetapan itu kemudian ditentang oleh Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta yang diwakili oleh GKR Koes Moertiyah atau Gusti Moeng usai kirab budaya.
Gusti Moeng secara tegas menilai, apa yang dilakukan PB XIII yang menetapkan putra tunggalnya KGPH Purbaya hasil pernikahan dengam Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu PB XIII Hangabehi sebagai putra mahkota adalah kekeliruan besar.
Gusti Moeng menegaskan, PB XIII telah memiliki putra tertua dari pernikahan sebelumnya, yakni KGPH Mangkubumi.
“Ini adiknya (Purboyo) dipaksa oleh ibunya (permaisuri). Dari ibunya saja gagal, (salah satunya) tidak memenuhi kriteria perawan,” tegas Gusti Moeng.
Gusti Moeng menilai KGPH Mangkubumi lebih tepat ditetapkan sebagai putra mahkota mengingat yang bersangkutan merupakan putra tertua PB XIII.
Menurut dia, anak laki-laki tertua dari PB XIII harus urut tua. “(Penetapan putra mahkota sebelumnya) bisa batal demi hukum, hukum adat dan hukum nasional. (Mangkubumi) sudah dipilih abdi dalem dan sentono dalem,” lanjut dia.
Gusti Moeng mengklaim, para sentono dan abdi dalem tidak sreg alias tidak nyaman dengan kondisi yang ada.
Sabtu (24/12) usai kirab budaya, Gusti Moeng mengaku bakal melakukan alih asma (alih nama) Mangkubumi menjadi Hangabehi.
“Sejak dapat (nama) Mangkubumi, sentono dan abdi dalem tidak sreg, Keraton Surakarta tidak pakai Hangabehi untuk anak-anak tertua,” kata dia.
“Dari kesepakatan abdi dalem dan sentono (kerabat keraton), alih asma dari KGPH Mangkubumi ke KGPH Hangabehi. Hangabehi itu maksudnya menyeluruh, sebetulnya (nama tersebut) sama dengan yang sekarang jadi raja (PB XIII),” katanya.
Konflik antara PB XIII dengan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta kembali memanas hingga terjadi bentrokan. LDA Keraton Surakarta sendiri beranggotakan sebagian saudara PB XIII, yakni putra-putri PB XII.
Bentrokan sempat terjadi pada Jumat (21/12).
Polisi Lakukan Penyelidikan
Kapolresta Surakarta Kombes Pol Iwan Saktiadi mengatakan pihaknya tengah menyelidiki kasus bentrokan tersebut. Ia mengatakan kepolisian akan menindaklanjuti jika ada bukti yang mengarah ke tindak pidana.
Kapolresta mengatakan, selama ini ada empat anggota yang sehari-hari bertugas di Keraton Surakarta. Penugasan tersebut sesuai dengan permintaan dari Paku Buwono XIII melalui surat resmi yang masuk ke Polri.
“Kalau ada permintaan keraton untuk memberikan pengamanan, maka kami berikan pengamanan. Untuk informasi yang berkembang bahwa ada penodongan oleh anggota,kami nyatakan tidak ada,” ucapnya.
Meski demikian, anggota yang bersangkutan saat ini sedang menjalani pemeriksaan oleh internal Polri di Polda Jateng.
“Jadi saya tegaskan, kalaupun ada anggota yang disiapkan untuk pengamanan di sana dan dibekali senjata memang sudah SOP kami. Dari Polri bahwa setiap anggota berdinas salah satunya dibekali senjata. Tapi terkait penodongan senjata anggota terhadap salah satu kerabat di sana saya nyatakan tidak ada,” ujarnya.
Sementara itu, mengenai kericuhan tersebut pihaknya bersama dengan Pemerintah Kota Surakarta mendorong adanya mediasi antara dua pihak yang berseteru.
“Itu kan keluarga semua to. Saya ngobrol sama mas wali (Wali Kota Surakarta), sama Gusti Purbo (putra mahkota Keraton Surakarta), mendorong rekonsiliasi, sehingga permasalahan diselesaikan baik-baik,” tuturnya.
Ia mengatakan baik kepolisian maupun pemerintah tidak berada di pihak siapa pun.
“Semua di pihak sinuwun dan adik-adiknya. Kalau dari pihak luar keraton harapannya mereka bisa damai. Tidak ada friksi di antara mereka,” katanya.
Ia juga memastikan usai terjadinya ricuh tersebut tidak ada laporan yang masuk ke kepolisian. Oleh karena itu, sejauh ini pihaknya tidak melakukan upaya lain di keraton.
“Karena kami menyadari itu area keraton, karena semua keluarga. (Jika ada laporan masuk) tidak ada masalah, seluruh warga negara sama kedudukannya di mata hukum. Kalau ada laporan kami proses,” jelasnya.
Ia mengatakan untuk proses mediasi akan dilakukan pada Senin (26/12) di Mapolresta Surakarta. Pada mediasi tersebut, seluruh pihak akan diundang agar memperoleh titik temu.
Sebelumnya, terkait dengan penodongan senjata api, Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Kanjeng Pangeran Eddy S Wirabhumi mengatakan pada saat ricuh ada oknum aparat keamanan yang diduga menodongkan senjata api ke salah satu cucu PB XIII.
“Ada oknum aparat di situ, dengan mengeluarkan pistol dan ditodong-todongkan ya tentu takut. Makanya ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pengampu kepentingan yang menaruh aparat di sini,” imbuhnya.