TANGSELXPRESS – Pemerintah Indonesia memanggil perwakilan Persatuan Bangsa-Bangsa atau PBB Indonesia. Pemanggilan itu menyusul adanya kritikan PBB soal pengesahan Undang-Undang Kiab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Teuku Faizasyah, melalui keterangan tertulisnya menjelaskan terkait pemanggilan tersebut, Menurut Faizasyah, pemanggilan PBB dilakukan lantaran terkait hubungan diplomasi. Selain itu, Indonesia menyayangkan pernyataan PBB yang dianggap terburu-buru lantaran memberikan kritikan sebelum mendapatkan informasi yang jelas.
“Justru kesempatan untuk bertemu Kemlu menjadi kesempatan bagi mereka sebagai perwakilan diplomatik menyampaikan pandangan mereka dan kita akan jawab. Ada norma sepatunya dilakukan perwakilan di suatu negara,” terang Faizasyah seperti dikutip TANGSELXPRESS melalui Infopublik, Selasa 13 Desember 2022.
“Ada jalur komunikasi untuk membahas berbagai isu. Jadi kita tidak menggunakan media massa sebagai alat untuk menyampaikan satu hal yang belum diverifikasi,” ujarnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan telah menerima surat dari PBB terkait KUHP. Menurut Wamenkumham Edward, surat tersebut sudah terlambat.
“Surat kami terima 25 November, 2022, dan itu tidak ke pemerintah melainkan ke Komisi III DPR. Surat itu sampai tanggal 25, persetujuan tingkat pertama telah diambil 24 November. Jadi, ya sangat terlambat,” terang Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej.
Kendati demikian Edward menjelaskan, bahwa sehari sebelum menerima surat tersebut dari PBB, KUHP sudah mendapat persetujuan tingkat pertama. Dengan begitu, kata Edward, PBB menawarkan bantuan terutama pasal-pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan persoalan hak asasi manusia.
Selain itu, Edward mengatakan pemerintah Indonesia sudah menerima masukan dari berbagai masyarakat. PBB menganggap KUHP baru Indonesia sarat pasal-pasal yang mengancam kebebasan berekspresi, nilai demokrasi, hingga penegakan HAM.
“PBB khawatir beberapa pasal dalam revisi KUHP bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia terkait hak asasi manusia,” demikian menurut PBB.
Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan KUHP baru pada Selasa (6/12/2022). Sejumlah pasal yang disorot sejumlah pihak antara lain soal larangan berhubungan seks di luar nikah, kohabitasi atau kumpul kebo, larangan menghina presiden lembaga negara lainnya, serta pidana mati.