TANGSELXPRESS – Dokumen keuangan diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dri penggeledahan di rumah pribadi Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Ina Kartika Sari di Kota Makassar.
Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sulsel.
“Pada hari Rabu (2/11), tim penyidik KPK telah selesai menggeledah kediaman pribadi yang berada di Jalan Pelita Raya, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar,” ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (3/11).
Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, tim penyidik KPK menemukan dan mengamankan berbagai dokumen keuangan untuk pelaksanaan anggaran di Pemprov Sulsel.
“Analisis dan penyitaan atas bukti-bukti dimaksud segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan perkara ini,” ucap Ali.
Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa Ina sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (21/10).
Saat itu, penyidik mendalami pengetahuan saksi tersebut soal hasil laporan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sulsel yang dikelola oleh sekretariat dewan.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai pemberi suap adalah mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel ER.
Sementara itu, selaku penerima suap ialah Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara sekaligus mantan Kepala Subauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel AS, dan YBHM selaku pemeriksa pada BPK Perwakilan Sulsel.
Berikutnya WIW selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel dan GG selaku pemeriksa pada perwakilan BPK Provinsi Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel.
Dalam konstruksi perkara, pada tahun 2020 BPK Perwakilan Sulsel memiliki salah satu agenda pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel pada tahun anggaran 2020. Salah satu entitas yang menjadi objek pemeriksaan adalah Dinas PUTR Pemprov Sulsel.
Selanjutnya, BPK Perwakilan Sulsel membentuk tim pemeriksa, yang salah satunya beranggotakan YBHM, dengan tugas memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.
Dalam pemeriksaan laporan keuangan, ER aktif berkoordinasi dengan GG yang dianggap berpengalaman dalam mengondisikan temuan jenis pemeriksaan, termasuk teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa.
GG lantas menyampaikan keinginan ER tersebut pada YBHM, selanjutnya YBHM diduga bersedia memenuhi keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah “dana partisipasi”.
Untuk memenuhi permintaan YBHM, KPK menduga ER sempat meminta saran kepada WIW dan GG terkait dengan sumber uang dan masukan dari WIW dan GG, yaitu dapat dimintakan dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek pada tahun anggaran 2020.
Besaran “dana partisipasi” yang dimintakan itu diduga 1 persen dari nilai proyek. Dari keseluruhan “dana partisipasi” yang terkumpul, nantinya ER akan mendapatkan 10 persen.
Uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM, WIW, dan GG sekitar Rp 2,8 miliar, sedangkan AS turut diduga mendapatkan bagian Rp 100 juta untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi kepala BPK perwakilan. ER juga mendapatkan jatah sekitar Rp 324 juta.
KPK juga masih mendalami terkait dengan dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.