TANGSELXPRESS – Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro meminta masyarakat agar tak menyebarkan video atau foto sensitif yang menunjukkan kondisi korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
“Indonesia memang sedang berduka atas tragedi ini. Namun kami mengimbau agar masyarakat menahan diri dengan tidak menyebarkan konten-konten yang sensitif terkait korban kerusuhan,” kata Juri di Jakarta, Minggu (2/10).
Imbauan tersebut, kata Juri, agar tidak menimbulkan trauma dan duka bagi keluarga korban. KSP, kata Juri, turut menyampaikan dukacita kepada korban kericuhan setelah pertandingan Liga 1 tersebut.
“Pertandingan sepak bola tidak seharusnya dibayar dengan nyawa,” ungkap Juri.
Dia mengatakan, jajaran pemerintah akan berupaya keras agar tragedi serupa tidak terjadi kembali sesuai instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Oleh karenanya, kami butuh dukungan masyarakat agar menahan diri dan bijak dalam menyebarkan konten di sosial media agar tidak memperkeruh luka batin yang sudah ada,” kata Juri.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri mencatat data sementara jumlah korban meninggal dunia dalam tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan sebanyak 125 orang.
Data sementara diperoleh dari hasil asesmen yang dilakukan Dokter Kesehatan (Dokes) Polda Jawa Timur dan Tim DVI pada Minggu, pukul 15.45 WIB.
“Data terakhir yang dilaporkan meninggal dunia 129 orang, tetapi setelah ditelusuri di rumah sakit terkait menjadi 125 orang,” kata Ketua Tim DVI Polri Brigjen Pol. dr. Nyoman Eddy Purnama Wirawan.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, bermula saat ribuan pendukung Arema FC masuk ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial setelah klub kebanggaan mereka kalah dari Persebaya pada Sabtu (1/10) malam.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam keterangan pers, Minggu (2/10) dini hari mengatakan, pendukung Arema FC masuk ke lapangan lantaran merasa kecewa.
Petugas pengamanan kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain. Dalam proses itu, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.
Menurut Nico, penembakan gas air mata tersebut dilakukan karena para pendukung tim berjuluk “Singo Edan” yang tidak puas dan turun ke lapangan telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.
“Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar, kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen,” ujar Nico.