TANGSELXPRESS – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, pihaknya bersama Kelompok DPD RI di MPR RI mendorong agar tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga perwakilan rakyat yang terdiri dari MPR RI, DPR RI, dan DPD RI, bahkan juga DPRD, kedepannya bisa diatur dalam undang-undang tersendiri. Sehingga tidak lagi bergabung dalam Undang-Undang MD3.
Pemisahan undang-undang lembaga perwakilan rakyat tersebut juga sempat bergulir pada saat Bamsoet menjadi Ketua DPR RI tahun 2018-2019. Pemisahannya bisa dilakukan melalui RUU Inisiatif DPR RI. Kelompok DPD RI di MPR RI bahkan sejak tahun 2009 sudah menyiapkan draft RUU tentang DPD yang juga didukung oleh berbagai tokoh DPD, seperti Ketua DPD RI pertama Ginandjar Kartasasmita, dan berbagai tokoh publik lainnya.
“Keberadaan Undang-Undang tentang MPR RI, Undang-Undang tentang DPR RI, Undang-Undang tentang DPD RI, dan Undang-Undang tentang DPRD, juga sejalan dengan amanat konstitusi yang menekankan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang masing-masing lembaga perwakilan rakyat diatur dengan undang-undang. Sebagai contoh, dalam pasal 2 ayat 1 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa MPR RI terdiri atas anggota DPR dan anggota DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Begitupun dengan keberadaan DPR RI (pasal 19), DPD RI (pasal 22 C), ataupun DPRD (pasal 18),” ujar Bamsoet usai menerima Kelompok DPD RI di MPR RI, di Jakarta, Rabu (28/9/22).
Bamsoet juga mengapresiasi dukungan Kelompok DPD di MPR RI agar MPR RI periode 2019-2024 bisa segera menyelesaikan bentuk hukum dan rancangan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Peran DPD dalam PPHN sangat penting, karena daerah yang tahu potensi kekayaan bangsa yang bisa dimanfaatkan untuk kemakmuran bangsa, sekaligus daerah yang menjadi tulang punggung perekonomian bangsa.
DPD juga sangat berperan dalam menjembatani aspirasi lokal kedaerahan dengan kebijakan pembangunan nasional. Sehingga di dalam PPHN juga tercermin kepentingan dan aspirasi lokal yang terintegrasi dan selaras dengan kebijakan pusat.
“Posisi DPR RI mewakili kepentingan rakyat yang disalurkan melalui partai politik, DPD RI mewakili kepentingan rakyat daerah, sementara MPR RI yang keanggotaannya terdiri dari anggota DPR RI dan DPD RI merupakan wujud representasi bangsa Indonesia secara keseluruhan yang didalamnya menjembatani kepentingan antara partai politik dan juga daerah. Langkah MPR RI menghadirkan PPHN tidak lain agar arah pembangunan bangsa memiliki kesinambungan dan harmonisasi antara pusat dengan daerah, dan antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya,” jelas Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, dalam Rapat Gabungan MPR RI pada Juli 2022, Pimpinan MPR RI, Pimpinan Fraksi, dan Kelompok DPD telah menerima laporan kajian substansi dan bentuk Hukum PPHN dari Badan Pengkajian MPR RI. Langkah selanjutnya, MPR RI akan kembali menyelenggarakan Rapat Gabungan untuk mengagendakan penyelenggaraan Sidang Paripurna untuk membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas menyiapkan rancangan keputusan MPR RI terkait bentuk hukum dan substansi rancangan PPHN.
“Sejak awal kemerdekaan para pendiri bangsa kita telah menyiapkan haluan negara yang dikenal Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB), yang dirumuskan sekitar tahun 1959 dan dijalankan mulai tahun 1961. PNSB disusun lebih dari 500 pakar dan ahli dari berbagai bidang, sehingga mampu menggambarkan berbagai capaian yang ingin diraih Indonesia hingga puluhan tahun pasca kemerdekaan. Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, kita memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun sejak reformasi, haluan negara justru dihapuskan. Akibatnya kita seperti kehilangan arah dalam menentukan prioritas pembangunan, sekaligus tidak adanya jaminan keberlanjutan dan kesinambungan pembangunan dari satu periode pemerintahan ke periode penggantinya,” pungkas Bamsoet.