TANGSELXPRESS – Menindaklanjuti penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang telah diputuskan pemerintah pada Sabtu (3/9) siang kemarin, Kementerian Keuangan akan terus melakukan perhitungan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun 2022. Hal ini mengingat harga minyak mentah Indonesia atau ICP yang terus bergerak naik ataupun turun.
Sebelumnya, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022, pemerintah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi tiga kali lipat. Subsidi BBM dan elpiji naik dari Rp77,5 triliun menjadi Rp149,4 triliun serta subsidi listrik dari Rp56,5 triliun menjadi Rp59,6 triliun. Sementara, kompensasi untuk BBM dari Rp18,5 triliun menjadi Rp252,5 triliun serta kompensasi untuk listrik naik dari Rp0 menjadi Rp41 triliun.
“Sehingga total subsidi dan kompensasi untuk BBM, elpiji, listrik itu mencapai Rp502,4 triliun,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Sabtu (3/9).
Angka Rp502,4 triliun ini dihitung berdasarkan rata-rata dari ICP yang bisa mencapai 105 Dolar Amerika Serikat (AS) per barel dengan kurs Rp14.700 per Dolar AS, dan volume pertalite yang diperkirakan akan mencapai 29 juta kiloliter serta volume solar bersubsidi adalah 17,44 juta kiloliter.
“Dengan harga minyak ICP yang turun ke 90 Dolar AS (per barel) sekalipun, maka harga rata-rata satu tahun itu masih di 98,8 Dolar AS atau hampir 99 dolar AS [per barel]. Kalaupun harga minyak turun sampai di bawah 90 dolar AS (per barel) maka keseluruhan tahun rata-rata ICP Indonesia masih di 97 Dolar AS (per barel),” jelasnya.
Dengan perhitungan tersebut, lanjut Menkeu, angka kenaikan subsidi dari Rp502 triliun masih akan tetap naik. Subsidi akan naik menjadi Rp653 triliun jika harga ICP adalah rata-rata 99 Dolar AS per barel. Sedangkan jika harga ICP sebesar 85 Dolar AS per barel sampai Desember 2022 maka kenaikan subsidi menjadi Rp640 triliun.
“Ini adalah kenaikan Rp137 triliun atau Rp151 triliun tergantung dari harga ICP. Perkembangan dari ICP ini harus dan akan terus kita monitor, karena memang suasana geopolitik dan suasana dari proyeksi ekonomi dunia masih akan sangat dinamis,” tutup Menkeu.